4. Penulis yang juga guru tidak memiliki kepedulian akan ekses yang disebarkan oleh LKS itu. Mereka betul-betul kehilangan stabilitas sehingga tidak mampu berperan sebagai guru yang sejatinya tidak hanya mentrasfer ilmu pengetahuan.
5. Penerbit hanya mencari keuntungan semata, tanpa memiliki semangat yang diusung oleh dunia pendidikan secara umum.
6. Pihak-pihak terkait tidak memiliki tanggung jawab dan lebih cenderung mencari keuntungan-keuntungan jangka pendek tanpa memperhatikan hal-hal yang substansi dan berorientasi jangka panjang.
Itulah kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada lolos edarnya LKS bergambar Miyabi di Jawa Timur. Kejadian ini tentu harus dijadikan pelajaran penting bagi semua pihak, baik instansi pemerintah, sekolah, guru, orangtua, siswa, yang nampaknya akhir-akhir ini lebih berpikir praktis dan sering mengabaikan hal-hal yang lebih prinsipil.
Selain itu pemerintah harus memperketat penerbitan LKS itu dan membentuk tim untuk mengkaji kembali peran LKS. LKS selama ini memang lebih ditengarai sebagai ladang bisnis empuk oleh beberapa pihak, dan kadang kualitas LKS itu masih jauh dari harapan karena sering ditemukan banyak kesalahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H