Mohon tunggu...
Mobit Putro W.
Mobit Putro W. Mohon Tunggu... Dosen - Bergelut dengan bahasa

Hidup itu bukti sebuah kematian....

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Indonesia Seharusnya Malu dan Introspeksi Diri

3 Agustus 2012   03:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:18 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Masyarakat Indonesia terus akan mengawasi proses pengajaran dan pembelajaran. Ribuan kritik dan kata-kata pedas yang ditujukan kepada guru terus akan terjadi hingga kapanpun. Angka tersebut sejatinya adalah cermin bahwa guru-guru kita belum optimal dalam bekerja mencerdaskan masyarakat.

Kita juga sering membaca betapa nyantainya guru-guru negeri itu dalam menjalani pekerjaannya. Mereka sering datang terlambat, mengajar sering keluar masuk bahkan kelas ditinggal ngeteh dan ngopi di kantor, kelas kosong tidak terajar. Padahal mereka telah dibayar mahal, terlebih mereka yang sudah lulus sertifikasi. Cerita tentang ulah guru-guru yang "tidak bertanggung jawab" itu juga sering kita temukan di blog-blog atau media sosial lainnya.

Sehingga banyak yang iseng membanding-bandingkan dengan guru swasta yang terkesan lebih serius dan bertanggung jawab dalam menunaikan tugasnya. Penilaian ini tentu dapat kita maklumi bersama, karena assessment itu dapat kita lihat dan peroleh datanya dimana-mana.

Menurut penulis, guru Indonesia harus terus bercermin pada nilai sementara yang telah diperoleh itu. Kita tidak perlu bersikap kontraproduktif pada hal-hal positif, namun lebih memperbanyak introspeksi, sejauh mana peran kita di dalam pembangunan pendidikan di tanah air tercinta ini. Jalani saja berbagai model assessment yang disajikan oleh pemerintah, bila masih buruk ya terus mengasah kompetensi diri saja.

Karena selama ini penolakan-penolakan yang ada hanya mengesankan justru guru-guru kita memang tidak berkompeten, sehingga untuk menghadapi UKG semacam itu sudah kelabakan. Bahkan ada sinyalemen itu hanya ketakutan guru, misalnya guru yang selama ini dianggap profesional justru akan mendapatkan hasil tidak lebih baik dari guru yang ada.

Sehingga kalau memang tidak memiliki kompetensi standar, menurut penulis tunjangan sertifikasi layak dicabut, karena tidak bisa menjamin peningkatan kompetensi guru dan pengajarannya.

Salam Pendidikan


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun