Keempat, keberadaan LKS di satu sisi memang membantu guru dalam menyajikan latihan ke siswa, namun di sisi lain justru akan mereduksi fungsi guru. Sehingga guru akan cenderung malas membuat soal karena menggantungkan pada keberadaan LKS itu sendiri.
Kelima, sekolah tentunya akan menjadi ladang bisnis oleh pihak ketiga. Secara tidak langsung akan terjadi kongkalingkong, menuai benih-benih korupsi di dunia pendidikan karena bagi penerbit yang bisa memberi fee lebih banyak pasti akan laku dagangannya. Setuju atau tidak pemilihan atas dasar sajian kue empuk itu akan mengabaikan kualitas konten LKSnya. Kalaupun sekolah harus mennggunakan buku latihan soal, memang idealnya buku paket itu menyediakan soal-soal yang menunjang plus dibantu oleh soal-soal yang dibuat oleh guru.
Keenam, LKS sering disediakan kunci jawaban. Dan kita tahu bahwa guru cenderung mengandalkan kunci jawaban itu dalam mengoreksi hasil kerja siswa. Di sini sering mencul komplain dari siswa atau orang tua. Menurut orang tua dan siswa kerjanya sudah betul tetapi disalahkan oleh guru. Sehingga guru lebih menghargai kunci jawaban daripada kerja lelah siswa.
Ketujuh, LKS dan buku ajar, mana yang seharusnya dipilih. Tidak sedikit dengan keberadaan LKS guru lebih suka menggunakannya ketimbang menggunakan buku ajar. Siswa cukup diberikan LKS dan sibuk mengerjakan soal sendiri.
Semoga menjadi bahan renungan kita, masihkah LKS itu membantu sistem pembelajaran di sekolah padahal sudah ada buku ajar, yang didalamnya sudah disediakan banyak soal. Atau buku ajarlah yang memang sudah tidak layak untuk digunakan sehingga harus diganti dengan LKS.
Wallahu a'lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H