Tulisan ini sebetulnya hanya hasil perenungan sederhana tentang kondisi aktual bangsa Indonesia tercinta. Di dunia Indonesia, kita selalu disuguhi informasi-informasi yang kadang lucu, mengerikan, menyebalkan, membosankan, membuat rindu, pun kadang tidak bisa dimasukkan ke dalam akal waras kita. Ya, akal waras. Karena hanya orang-orang waras saja yang bisa berpikir logis.
Namun entahlah, kadang logis saja tidaklah tepat di negeri ini. Hal lain yang kadang diperlukan adalah pantas dan tidak pantas. Logis namun belum tentu pantas, tetapi pantas pun tidak selalu logis. Dan keduanya memang sebaiknya tidak dipisahkan, terutama dalam konteks ke Indonesiaan.
Sebagai contoh, dulu, pada jaman bahola, menyalakan lampu di siang hari mungkin dikatakan orang lupa atau tidak waras. Karena filosofi lampu itu untuk menerangi kegelapan. Kecuali lampu-lampu yang menjadi konvensi bersama dan harus ditaati secara global, misal lampu sign kendaraan atau traffict light.
Hal itu jauh berbeda dengan detik-detik ini. Khususnya motor bila tidak menyalakan lampu di siang hari akan ditilang, karena melanggar aturan yaitu pasal 107 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Aturan itu menyebutkan bahwa (1) Pengemudi kendaraan bermotor wajib menyalakan lampu utama kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu, (2) Pengemudi sepeda motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.
Tetapi menurut penelitian, dampak dari aturan itu memang positif untuk menekan angka kecelakaan. Kontroversi yang banyak terdengar adalah mengapa kok hanya motor, kenapa mobil tidak diwajibkan.
Itu hanya salah satu contoh bentuk ketidaksabaran kita untuk mengerti alasan yang diberikan, atau kita yang memang kadang malas memahami hal-hal yang terkesan tidak masuk akal.
Berikut beberapa bentuk ketidaksabaran kita:
1. Politikus, biasanya tidak sabar untuk menunggu waktu kampanye sehingga sebelum waktunya mereka sering memasang baliho, spanduk, poster hanya untuk tujuan agar cepat dikenal oleh anggota masyarakat.
2. Pejabat Negara, biasanya tidak sabar untuk mendapatkan harta kekayaan yang banyak. Sehingga banyak dari mereka melakukan korupsi dan menghalalkan segala cara untuk meraih harta sebanyak-banyaknya. Mereka juga sering berlaku cabul dalam mengadakan rekrutmen pegawai negeri. Sehingga untuk menjadi pegawai negeri, entah itu PNS guru, polisi, jaksa, hakim, tentara, pun untuk mencari jabatan kepala sekolah, "orang-orang lemah" iman itu rela merogoh kocek hingga puluhan juta rupiah. Ini sudah menjadi rahasia umum.
3. Pelamar Kerja, mereka biasanya tidak sabar untuk menjadi orang. Sehingga mereka cenderung gelap mata untuk meraih segala impian. Mereka melakukan sogok menyogok dengan puluhan juta bahkan ratusan hanya untuk bisa bekerja. Tidak sedikit dari mereka adalah orang-orang jenius dan sarjana. Namun mereka lebih suka membodohi diri mereka yang pintar hanya demi status atau penghasilan yang "katanya" besar.
4. Para Pedagang, mereka sering tidak sabar untuk mendapatkan keuntungan yang banyak. Banyak dari mereka melakukan tindak kecurangan, pembohongan, penipuan dan intimidasi kepada pembelinya atau targetnya. Termasuk kabar terakhir adalah kasus penyedotan pulsa yang tidak lain adalah mencuri duit pengguna seluler. Ironis, orang yang super kaya memanfaatkan orang yang mungkin "berkekurangan" menjadi target mencari keuntungan. Tidak sedikit pula para penjual makanan di sekitar kita yang secara sengaja, membuat makanan sehat menjadi tidak sehat hanya untuk kepentingan sesaat.
5. Remaja, mereka biasanya tidak sabar untuk menikmati kenikmatan yang sebetulnya belum menjadi haknya. Mereka lebih mendahului menikmati segala hal yang "enak-enak" yang pada akhirnya banyak yang kehilangan masa depannya. Tidak sedikit dari mereka (termasuk para siswa SMP atau SMA) yang telah melakukan boncengan ibarat suami istri, melkukan pelanggaran etika-etika agama dan kemasyarakatan, hingga melakukan hubungan seksual terlarang. Sehingga sekolah dan  masa depan mereka berantakan karenanya.
6. Pengguna Jalan, mereka terkadang lebih galak daripada harimau. Kita sering melihat mereka bertengkar dan berantem di jalanan dengan saling mengandalkan kekuatan fisiknya, saling melotot, dan saling menabrak. Mereka sering tidak sabar menikmati kelengangan lalu lintas, sehingga aturan-aturan sering terabaikan. Atau mungkin mereka menganggap aturan dibuat memang untuk diterjang.. Lampu merah dilanggar, tempat pejalan kaki digunakan untuk balapan motor, jalur busway dijadikan ajang balapan.
7. Kita. Entahlah, mungkin masih ada ratusan, ribuan bentuk ketidaksabaran orang-orang Indonesia yang menjadikan Indonesia seperti saat ini...
Lalu dimana posisi kita? Kita sendiri yang tahu... Selamat merenung!
Masihkah Indonesia tercinta kita bisa dibangun?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H