Yeki bood, yeki nabood
Suatu ketika ada seorang darwis pengembara yang sangat saleh dan beriman tengah menderita kelaparan dan tersesat di gurun pasir. Tatkala ia berjalan melewati sebuah jalan kecil kuno dalam rangka mencari sesuatu untuk dimakan, ia menemukan selembar karung buah kosong yang dibuang di jalan oleh orang yang lewat sebelumnya. Sang darwis mengambil karung itu dan mengayunkannya ke atas pundaknya sembari berdoa dengan lantang, “Terima kasih kepada Tuhan yang telah memberikan lelaki yang kelaparan selembar karung buah yang kosong,” kemudian ia lanjut berjalan.
Setelah berjalan beberapa jauh, ia melewati sebatang busur panah tua yang talinya telah putus. Ia mengambil busur itu dan memasukkannya ke karungnya, dan berdoa dengan lantang, “Terima kasih kepada Tuhan yang telah memberikan lelaki yang kelaparan sebatang busur panah yang talinya telah putus.”
Sedikit lebih jauh berjalan, ia menemukan sebatang pohon tua yang telah mati dan tak berbuah. Ia mematahkan beberapa cabang kayu kering dari pohon itu dan memasukkannya ke karungnya, dan berujar kembali dengan lantang, “Terima kasih kepada Tuhan yang telah memandu seorang lelaki yang kelaparan ke sebuah pohon yang telah mati,” dan kemudian ia meneruskan perjalanannya.
Ia berjalan beberapa jauh dan menemukan sebuah panci bekas yang penyok. Ia mengambil panci itu dari tanah, meniupi debu-debu yang melekat darinya, dan memasukkannya juga ke karungnya. Ia berdoa lagi dengan lantang, “Terima kasih kepada Tuhan yang telah memberikan lelaki yang kelaparan sebuah panci bekas penyok yang penuh dengan debu.”
Ketika ia meneruskan berjalan, ia menemukan di atas tanah sebuah mata kail pancing tapi tanpa tongkat pancingnya. Ia mengambil mata kail pancing itu, memasukkannya ke karungnya, dan kembali berkata dengan lantang, “Terima kasih kepada Tuhan yang telah memberikan lelaki yang kelaparan sebuah mata kail tanpa tongkat pancing.”
Akhirnya, setelah berhari-hari berjalan, jalur yang dilaluinya berujung pada sebuah sungai yang sangat besar yang ia tidak bisa melihat sisi seberangnya. Sang darwis tua berlutut di tepi sungai dan berdoa dengan lantang, “Terima kasih kepada Tuhan yang telah memandu seorang lelaki yang kelaparan ke sebuah sungai yang sangat besar sehingga ia tidak bisa berharap untuk menyeberanginya.”
Kemudian ia mengikat mata kail pancing dengan tali busur panah yang putus, dan menggunakan busur itu sebagai tongkat pancing, ia menangkap sendiri ikan yang ia masak di dalam panci bekas yang penyok di atas api yang ia buat dari cabang-cabang kayu kering pohon yang mati.[*]
*Ini adalah dongeng Persia hasil terjemahan saya dari teks versi bahasa inggris ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H