Kadir yang mendengar curhatan Tarmujo tentang ucapan bapak itu juga ikutan merasa kesal. Bahkan Kadir juga merasa sakit hati.
Di lain kesempatan bapak itu juga sebenarnya pernah menyinggung hati Kadir dan Tarmujo sekaligus. “Mbokya kalau kalian kerja jadi marbut sing rajin toh, jangan ongkang-ongkang kaki saja. Itu WC masjid bau sekali. Tiap bulan kalian kan dapat bagian baitul mal masjid. Jadi kerjanya yang benar!”
Namun, ucapan itu meskipun nyelekit masih Tarmujo dan Kadir anggap sebagai nasihat yang baik dari salah seorang jamaah dan penyumbang baitul mal masjid untuk mereka. Tapi kalau sudah menyinggung urusan pribadi seperti yang ia ucapkan kepada Tarmujo, Kadir tidak bisa habis pikir dan ikut merasa sakit hati juga. Masak Tarmujo sahabatnya dihina belum laku dan miskin! Memang benar sih, tapi ya tidak perlu dihina juga! Kadir sungguh merasa simpati kepada Tarmujo ketika itu.
Tapi kemungkinan Tarmujo bunuh diri karena merasa sakit hati oleh ucapan bapak itu rasanya juga bukanlah alasan yang kuat. Kadir pikir-pikir lagi, rasa-rasanya bukan itu penyebabnya. Kadir yakin Tarmujo tidak selemah itu.
Sore sehabis penguburan Tarmujo, Kadir banyak berzikir di masjid. Ia masih tidak habis pikir kenapa Tarmujo nekad bunuh diri. Berbagai kalimat thoyyibah ia gumamkan dan panjatkan. Semoga segala kesalahan Tarmujo diampuni olehNya.
Kadir gusar sebab ia pernah mendengar bahwa salah satu kesalahan yang tidak akan diampuni oleh Tuhan adalah bunuh diri. Sebab, itu berarti manusia telah mendahului takdirNya. Tapi bukankah setiap kematian adalah juga kehendakNya? Kadir gusar dan galau bila kesalahan sahabatnya itu tidak bisa terampuni. Ia terus berzikir dan berdoa hingga magrib, hingga isya, hingga larut malam dan tanpa sadar telah tertidur pulas di ruang masjid.
Dalam tidurnya Kadir bermimpi bertemu Tarmujo sahabatnya yang tadi subuh telah dicabut nyawanya. Ia begitu sedih mengetahui bagaimana kematian sahabatnya itu, tapi ia menyembunyikan kesedihannya itu di hadapan Tarmujo. Ia mencoba tersenyum ketika melihat dan bertemu Tarmujo meski hanya dalam mimpi. Tarmujo juga tersenyum membalasnya. Kadir senang masih bisa melihat sahabatnya tersenyum meski hanya dalam mimpi. Meski matinya mengenaskan. Meski cara meninggalnya begitu menyedihkan.
Tarmujo berpesan dalam mimpi itu, “Dir, tolong ambil sarang burung walet di langit-langit menara masjid. Kasihan ada burung walet yang begitu kecil sudah ditinggal induknya.” Tarmujo kemudian tersenyum kembali. Kadir menganggukkan kepalanya tanpa bisa berkata-kata.
Subuh harinya Kadir memenuhi pesan Tarmujo dalam mimpi itu. Kadir mencoba menggapai-gapai sarang burung walet yang ada di langit-langit menara masjid. Ia berusaha sebisa mungkin mengambilnya. Letaknya memang sedikit agak tinggi dari jangkauannya. Sedikit lagi sampai. Ia kemudian mencoba sedikit melompat agar bisa meraihnya. Tapi naas Kadir justru terpeleset. Ia terjatuh dari atas menara masjid dan terjun bebas dari ketinggian menghantam tanah.
“Masya Allah, ada yang bunuh diri dari atas menara masjid lagi?!”
Banyak jamaah terperangah.[*]