Mohon tunggu...
Muhammad NurIsra
Muhammad NurIsra Mohon Tunggu... Penegak Hukum - I'm fighter for my life

If you want to increase your life, you have to learn right now and don't be afraid.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Harus Percaya dengan Teori Konspirasi? Menelan Secara Mentah adalah Hal Keliru

24 April 2020   19:54 Diperbarui: 24 April 2020   19:55 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Baru-baru ini sya melihat banyak orang yang sangat tertarik dengan teori konspirasi, apalagi dengan teori konspirasi tentang corona virus diseases 19. Salah satu youtuber yang terkenal dengan julukan Father of youtube dan memanggil penontonnya dengan sebutan "smart people", kolaborasi dengan Young lex dan membuat konten tentang konspirasi covid-19.

Hasilnya menunjukkan bahwa sangat banyak orang yang tertarik untuk menontonnya dgn jumlah penonton lebih dari 6 Juta dalam waktu 4 hari dan menjadi tranding ke 8 di youtube. Sebenarnya sangat banyak teori konspirasi yang bisa kita temukan - mulai dari teori bumi datar, elit global, keluarga rostchild sebagai pengontrol bank atau perekonomian dunia dan bahkan sampai ke teori-teori yang mengatakan bahwa tsunami di aceh bukanlah karena bencana alam tapi karena perbuatan agen C*A dan masih banyak teori lainnya. 

Pertanyaannya: mengapa banyak orang yang percaya teori konspirasi?

Di bawah ini adalah tulisan Eddward S Kennedy yang dipublikasi di tirto.id:

Dalam ceramahnya di konferensi Center for Inquiry pada 2018 lalu, Joseph Uscinski, profesor ilmu politik dari University of Miami, menyebutkan bahwa,

"teori konspirasi merupakan alat bagi yang lemah untuk menyerang sekaligus bertahan melawan yang kuat.”

Dengan demikian, teori konspirasi dapat dianggap sebagai senjatanya orang-orang kalah.

Teori konspirasi yang paling umum adalah teori yang mengikuti perkembangan arus politik. Acap, partai oposisi dan para pendukungnya cenderung lebih percaya soal persekongkolan jahat, ketimbang mempercayai kelompok berkuasa. Itulah kenapa kemudian teori-teori konspirasi di jagat politik kerap muncul berbarengan dengan masa pemilihan umum atau pemilihan presiden. Namun demikian, Uscinski mengaku tidak bermaksud merendahkan mereka yang percaya teori konspirasi saat mengatakan hal tersebut.

Sementara itu, berdasarkan riset yang tayang di Social Psychiatry and Psychiatric Epidemiology tahun 2017 menyebutkan bahwa rata-rata orang di AS dengan pendapatan rumah tangga lebih kecil, lebih meyakini adanya teori konspirasi, dibanding mereka yang berpendapatan lebih besar. Terkait hal ini, Joseph Parent, profesor ilmu politik di Notre Dame University yang juga partner Uscinski kala menulis buku American Conspiracy Theories, mengatakan,

"Dalam hal ini, teori konspirasi bisa seperti obat emosional. Anda enggan menyalahkan diri sendiri atas hal yang mungkin merugikan Anda, jadi Anda menyalahkan kekuatan yang tak terlihat," ujarnya.

Nah kutipan diatas adalah sedikit penjelasan mengapa hal tersebut sangat diminati oleh masyarakat.
Terkadang banyak diantara kita yang sangat tertarik dengan hal yang instan dan mudah untuk dipahami dalam bernalar.

Kalau kita diberi pilihan antara mempelajari rumus cepat atau mempelajari konsep materi yang lebih mendalam, mana yang lebih mudah dimengerti?

Yah rumus cepat dong karena lebih cepat dipahami dan digunakan. Kita tidak usah belajar ini dan itu yang penting cepat paham. Meski terkadang rumus cepat tersebut hanya mencocok-cocokkan sesuatu yang bahkan tidak berkaitan sama sekali, namun kebetulan saja memang benar.

Secara sederhana, asumsi saya tentang cara kerja membuat teori konspirasi adalah seperti itu, "Ya karena teori tersebut lebih mudah dimengerti, dan hebatnya lagi, teori tersebut juga sangat masuk akal.".

Karena masuk akal, maka hal itu mestinya benar. Karena tidak masuk akal, maka hal itu tentunya salah. Padahal sesuatu yang masuk akal belum tentu benar, dan sesuatu yang tidak masuk akal belum tentu salah.

Bagaimanapun juga, teori konspirasi hanyalah sebatas teori. Bisa jadi mereka benar, dan bisa jadi mereka salah.

Yang salah adalah meyakini kebenarannya tanpa menganalisa lebih jauh tentang data-data yang mendukung teori konspirasi tersebut — dan langsung manggut-manggut saja diberi data ini dan itu. Ah, tidak hanya untuk pemuja teori konspirasi saja, sih. Kalau kita langsung percaya dan gak skeptis dengan berita yang berseliweran di dunia maya, maka kita masih sebelas dua belas dengan mereka, alias gak ada bedanya.

Maka dari itu, yuk pelajari sains. Sains mengajarkan kita untuk bersikap skeptis. Dengan sikap skeptis kita jadi banyak bertanya. Dengan banyak bertanya kita menemukan banyak jawaban. Dengan menemukan banyak jawaban kita menggenggam ilmu pengetahuan di dunia.

Salam, dari Penganut Garis Keras Bahwa Cinta itu adalah hal yang berbahaya bagi mereka yang belum siap menerimanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun