Manusia adalah zoon politicon, yang artinya makhluk politik/makhluk sosial. Karena manusia tidak bisa hidup sendiri, manusia membutuhkan manusia yang lain untuk bisa hidup. Karena setiap manusia membutuhkan manusia, maka manusia membuat kelompok. Setiap manusia mempunyai kelompok dengan identitas masing-masing. Sedangkan masing-masing kelompok, pasti mempunyai orang yang dituakan, yang menjadi panutan, atau mengarahkan kelompok yang disebut dengan pemimpin.
Bangsa Indonesia terkelompokkan oleh agama, etnis, suku, aliran, dan daerah. Sehingga, bangsa ini terkotak-kotakkan oleh masing kelompok identitas. Masing-masing kelompok ini punya cara pandang sendiri-sendiri mengenai nilai dan norma dalam kehidupan sosialnya. Termasuk dalam berpolitik.
Sedangkan Indonesia, sekarang sedang akan memasuki masa-masa klimaks demokrasi 2024. Sama seperti pemilu tahun 2019. Pada masa-masa ini, dinamika bangsa menjadi sangat kencang. Para Parpol dan Politisi bersaing untuk mendapatkan kursi kekuasaan. Sedangkan untuk mendapatkan kekuasaan, mereka harus mendapatkan hati masyarakat. Sehingga berbagai cara mereka tempuh untuk mendapatkan kepercayaan rakyat. Hal-hal ini sudah dipetakan dan dipelajari oleh para parpol dan politisi. Bahwasanya, untuk mendapatkan kepercayaan dan suara, mereka akan mendekati masing-masing organisasi masyarakat (Ormas)
Ormas adalah target utama politik. Karena masyarakat yang tergabung dalam ormas sebagian besar dari mereka, akan berada dalam satu jalur pikiran ormas. Mereka akan mengikuti arah pemikiran pemimpin ormas. Termasuk juga pandangan politik untuk memilih pemimpin. Untuk mendapatkan kepercayaan dan suara ormas, tidak mungkin para parpol dan politisi akan mengajak anggota ormas satu persatu agar mereka mau memilih. Mereka akan mencari cara paling efektif dan efisien. Jalan yang ditempuh oleh mereka adalah mendekati para pimpinan dan tokoh-tokoh berpengaruh di ormas.
Mereka mendekati para pemimpin ormas ini bukan hanya sekedar menggandeng dan mempererat hubungan dengan selalu menjalin silaturahim. Akan tetapi terkadang, mereka mengikat para pemimpin parpol dengan iming-iming jabatan strategis. Sehingga, mau tidak mau karena terikat dan terseret dengan perjanjian politik akhirnya para pemimpin atau tokoh ormas ini juga terjebak dengan kepentingan parpol dan para politisi.
Sedangkan masyarakat yang berada di bawah naungan ormas, rata-rata sebagian besar mengikuti jalan yang dipilih oleh para pemimpin dan tokoh dalam ormas mereka masing-masing. Kalau hal ini terjadi, berarti rencana partai politik dan para politisi ini berhasil.
Belajar pada pemilu 2019 lalu, terjadi gesekan antar ormas. Hal itu disebabkan karena secara alami antar ormas akan selalu adu eksistensi masing-masing dalam kehidupan sosialnya. Masing-masing ormas mempunyai cara pandang penilaian sendiri mengenai pemimpin yang akan dicari. Apalagi jika calon yang diusung sudah berlatar belakang ormas, maka akan timbul fanatisme dalam berpolitik.
Perebutan politik di negeri yang menganut asas demokrasi merupakan sesuatu yang sah-sah saja. Dinamika yang terjadi akan selalu menambah kedewasaan dan perbaikan dalam perpolitikan, sehingga akan menyaring para pemimpin-pemimpin yang unggul dan layak memimpin negeri ini. Akan tetapi, tanpa adanya rem dan batasan, dinamika politik bisa berubah menjadi liar bahkan menjadi brutal dengan menghalalkan segala cara. Termasuk adu domba, sehingga menjadikan masyarakat terpecah-pecah karena konfilk yang disebabkan politik.
Sebenarnya, masa partai politik itu kecil. Tapi sistemlah yang membuat dukungan parpol ini menjadi besar. Parpol mempunyai dinamika yang terlalu kencang sehingga perubahannya dan perputarannya sangat cepat. Parpol dapat mudah berubah menjadi parpol yang besar dan kecil, bisa menjadi kuat dan terkadang lemah dalam politik. Berbeda dengan ormas, ormas ini mempunyai kekuatan masa yang selalu setabil. Karena, mereka rata-rata murni bergerak dalam sosial.
Pemimpin dan tokoh, terkhususnya pemimpin dan tokoh dalam suatu ormas. Seharusnya, selalu mengedepankan kemaslahatan umat. Menjadi pemimpin tidaklah mudah, banyak godaan yang bersifat duniawi. Mulai dari; harta, tahta, dan wanita. Sebagai pemimpin dan tokoh masyarakat, bergaul dengan parpol dan para politikus merupakan sesuatu yang sah-sah saja dilakukan. Dengan bergaul dengan mereka, akan menambah untuk melek terhadap politik bersama dinamikanya. Baik lagi jika para pemimpin dan tokoh ini dapat memberikan pengaruh baik bagi para parpol dan para politisi.
Akan tetapi perlu diwaspadai, parpol beserta para politisinya merupakan orang-orang selalu mempunyai kepentingan. Idealisnya, parpol dan politisi adalah orang-orang yang mempunyai visi untuk memperjuangkan masyarakat. Akan tetapi, dalam prakteknya, banyak parpol dan para politisi yang melenceng dari jalurnya, yaitu berjuang atas nama kepentingan. Sehingga menghalalkan segala cara, yaitu dengan menjebak para pemimpin dan tokoh masyarakat agar menjadi pembelanya.