Tidak dapat dipungkiri, bahwasanya dunia aktivis memberikan sumbangsih besar lahirnya tokoh-tokoh nasional dan negarawan negara ini. Para aktivis yang lahir dari berbagai macam organisasi, terkhusus organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan mempunyai nilai plus soft skill tersendiri untuk mengelola dan menggerakkan roda instansi ataupun lembaga.Â
Dalam ranah partai politik (parpol),dari dahulu sampai sekarang sebagian besar anggotanya adalah orang-orang yang mempunyai masa lalu sebagai seorang aktivis.
Dahulu politikus besar yang duduk di puncak piramida adalah mereka, yaitu para mantan aktivis, sebagai contoh; Soekarno, HOS Tjokroaminoto, M. Hatta, M. Amir Syarifuddin, Sutan Syahrir.Â
Kesimpulannya, para aktivis yang berproses dan berjuang sungguh-sungguh di masa muda, rata-rata mempunyai masa depan yang baik dan mudah diterima dalam panggung politik. Nilai lebih yang lahir dari dunia aktivis dibanding dengan yang lain dalam berpolitik, mereka mampu beradaptasi di manapun.Â
Akan tetapi, tetap selalu menjunjung tinggi idealisme. Idealisme yang mereka miliki didapat dari penanaman dan penempaan ketika mereka dahulu masih berproses dalam organisasi.
Akan tetapi, dunia selalu berubah. Begitupun sosial masyarakatnya. Pasca tahun 90 an, yang sebelumnya negara didominasi dengan latar belakang aktivis dan dilanjut militer, akhirnya mengalami perubahan.
Sekarang bangsa ini terseret oleh dunia yang menjunjung tinggi nilai material. Mau tidak mau, negara ini harus menjadi negara matrealis. Sedangkan yang berkuasa dalam sebuah negara materialis adalah mereka, yaitu orang-orang berkuasa dalam segi kapital. Bahasa sederhananya, yang berkuasa adalah orang-orang yang mempunyai 'banyak uang'.
Akibatnya yang terjadi sekarang ini, para aktivis yang dulunya dapat menduduki puncak piramida atau dalam ranah elite politik harus tersingkir atau dinomorduakan. Sekarang, kita lihat siapa saja orang-orang yang menduduki jabatan sebagai ketua umum (ketum) dalam partai-partai besar? Mereka adalah para pengusaha besar.Â
Sebagai contoh; Gerindra diketuai oleh Prabowo Subianto, Nasdem oleh Surya paloh (pengusaha pers dan Media Group pimpinan Harian Media Indonesia, Lampung Post, Stasiun Metro TV), Perindo oleh Hary Tanoesoedibjo (MNC Group), PDIP oleh Megawati istri dari pengusaha besar Taufik Kemas, PAN oleh Zulkifli Hasan, dan Berkarya oleh Tommy Soeharto.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan fenomena elite politik adalah orang-orang yang kuat dalam segi finansial. Justru ini sudah idealnya, apalagi ukuran sebagai ketua umum.Â
Karena memimpin umat harus mempunyai kekuatan finansial yang cukup. Karena tidak dapat dipungkiri, sebuah partai terutama di era sekarang membutuhkan dana mobilitas yang tinggi untuk membesarkan partai.Â