Mohon tunggu...
M. Nur Faiq Zainul Muttaqin
M. Nur Faiq Zainul Muttaqin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peneliti Muda Lembaga Studi Agama dan Nasionalisme (LeSAN)

Saya yang beridentitas sebagai berikut: Nama : Muhammad Nur Faiq Zainul Muttaqin E-mail :muhammadfaiq737@gmail.com Status : Sarjana S1 Jurusan Muqorona al-Madhahib (MM), Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Walisongo dan Mahasiswa Magister Hukum UNPAM. Pendidikan Non Formal: PonPes Mansajul Ulum Cebolek, Margoyoso, Pati dan Monash Institute Semarang. Jabatan organisasi: Kader/Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Semarang 1. Sekertaris Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan, dan Kepemudaan (PTKP) HMI Cab. Semarang (2018-2019) 2. Sekum Badan Pengelola Latihan (BPL) HMI Cabang Semarang (2017-2018) 3. Kabid Komunikasi dan Advokasi Masyarakat HMI Komisariat Syariah (2016-2018) Kegiatan di Masyarakat 1. Direktur Eksekutif rumah perkaderan Darul Ma’mur (DM) Center 2. Peneliti Senior di LembagaStudi Agama danNasionalisme (LeSAN) 3. Mentor program Sahabat MudaNurul Hayat (NH) 4. Guru TPQ al-Syuhada Bukit Silayur Permai (BSP)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Doktrin Hidup Tanpa "Bergantung" Negara

12 Juni 2020   15:56 Diperbarui: 13 Juni 2020   11:05 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin, kalimat ini tepat untuk menggambarkan salah satu fenomena yang terjadi di negara kita. Ideologi kita (pancasila) luar biasa, karena lahir dari latar belakang pemikiran yang luar biasa. Untuk menyatukan bangsa dan ribuan wilayah  kepulauan  yang dulu terpecah belah agar menjadi satu kesatuan dalam wadah negara. Tetapi, lama-kelamaan praktek dalam bernegara banyak yang tidak sesuai dengan harapan. Gurita-gurita kepentingan, baik pihak asing bahkan adapula pihak dalam negeri yang membelokkan negara ini mengarah kepada kepentingan pragmatis. Sedangkan arah tujuan pragmatisnya tidak seimbang, mensejahterakan yang sudah sejahtera dan semakin menderitakan yang sudah menderita.

Ideologi kita sudah tidak jelas arahnya, rata-rata, pemangku jabatan kita bergerak dalam gerak pragmatis yang nyata,  tetapi selalu berteriak atas nama pancasila. Akhirnya, hal ini berimbas pada berbeloknya poltik, ekonomi, hukum, pendidikan, sosial dan berbagai sektor lainnya berujung pada tujuan pragmatis. Kepentingan-kepentingan pragamatis itu sekarang bukan hanya berkiblat kepada sistem kapitalis barat, tetapi sekarang juga kepada sistem komunis tiongkok.

Sekali lagi, kita harus sadar bahwa negara hanya ibarat sebuah organisasi. Ada manusia yang menjadi subjeknya dan sumber daya alam sebagai obyeknya. Diatur, dengan berpedoman pada AD/ART yang disepakati atas pedomankeadilan  kesejahteraan semua masyarakatnya. Tetapi, kembali pada teori bernegara menurutku, menurutmu, dan menurut dia. Terlalu banyak karakter manusia yang memandang negara sebagai sebuah objek. Ada orang-orangdengan pandangan masa bodo, selalu netral, mengikuti arus, dan menjauhi konflik. Ada pula yang punya sudut pandang serakah, culas, tidak memperdulikan sekitar, demi keuntungan sesaat, dan tidak peduli masa depan generasi selanjutnya. Ada pula yang punya sudut pandang baik, suka berbagi, memikirkan sesama, peduli dengan masa depan, berkonflik untuk menegakkan keadilan. Dan masih banyak lagi berbagai macam karakter manusia yang hidup dalam negara.

Menjadi suatu bencana yang sangat berbahaya, jikalau orang-orang jahat menguasai politik. Ketika, politik di kuasai, maka yang terjadi. Negara adalah objek untuk kepentingan pribadi dan jama'ah kelompoknya. Akhirnya regulasi bernegara hanya condong pada arah-arah kepentingan dan penyengsaraan rakyatnya. Menjadi pemimpin itu mulia, tetapi penuh dengan godaan.

Pemimpin yang baik saja, belum tentu akan tetap baik ketika sudah masuk dalam dunia yang penuh dengan perang kepentingan dan perdagangansistem, yang selalu bergolak dan mengakar kuat. Akan ada banyak, suap-suap untuk menghalalkan kepentingan proyek-proyek besar yang hanya menguntungkan satu kelompok, tetapi merusak alam dan merugikan masyarakatnya. Baik yang datang dari luar negeri maupun dalam negeri sendiri.

Kata Prof. Winters, hampir 100 persen dana kampanye Parpol di Indonesia berasal dari oligarch yang memiliki kekuasaan di Indonesia untuk mengamankan kepentingannya. Banyak tangan-tangan gurita sistem berkuasa yang menarik-narik agar pemerintah menumbalkan rakyat dan negaranya. Agar hal itu tidak terjadi, maka kita harus berjuang secara individu maupun dengan jama'ah kelompok yang mempunyai kesadaran yang sama, menglola SDM dan SDA negara kita, serta mengawal jalannya pemerintah dengan mengamati regulasi dan arah-arah kebijakannya agar tidak merugikan negara kita.Salah satu caranya adalah 'gerakan hiduptanpa bergantung pada negara.'

Tidak bergantung kepada negara bukan berarti bentuk gerakan pesismistis karena kekecewaan terhadap negara. Tetapi, gerakan ini adalah bentuk gerakan untuk memberikan solusi bagi masyarakat yang hidup di negara, agar mereka mendapatkan keadilan dan kesejahteraan. Gerakan untuk memberikan kepercayaan diri kepada masyarakat bahwa siapa saja bisa menjadi pelopor penggerak kemajuan bangsa. Gerakan yang menjadikan kita sebagai masyarakat bersifat mandiri. Bisa memberi solusi kepada negara.

Tidak berarti, kemudian kita anti terhadap pemerintah. Kita tetap butuh bantuan pemerintah. Karena, mereka terpilih juga karena kita yang memilih, kita pula yang merestui, kita pula yang mendukung. Kita harus tahu, bahwa bantuan pemerintah juga tidak selalu sampai teknis terkecil. Karena, memang fokus pemerintah itu bersifat skala prioritas. Belum lagi, selalu ada tangan-tangan bayangan mafia yang selalu ikut campur untuk mendapat keuntungan pribadi. Maka dari itu, kita harus mengawasi jalannya kekuasaan. Agar negeri kita tidak digadaikan.

Seperti yang dilakukan oleh salah satu tokoh intelektual muslim, Dr. Mohammad Nasih. Beliau adalah salah satu tokoh motor penggerak hidup tanpa bergantung negara. Salah satu gerakan Nasih adalah gerakan mencerdaskan anak muda dan melatihnya agar menjadi orang-orang berdaya. Hasil dari keseriusannya adalah mendirikan Monash Institute dan Planet NUFO (sekolah alam Nurul Furqon). Menjadi pendidikan out of the box dan melawan arus. Lembaga pendidikan gratis, tetapi dengan pengelolaan professional dan super intensif. Nasih berkata, kita di Indonesia ini harus membiasakan diri hidup tanpa negara. Sebab, negara yang dikuasai para mafiaitu tidak akan menolong rakyat. Bahkan akan menghisap rakyat. Negara, sebagaimana dikatakan Hobbes, menjadi Laviatan.

Gerakan yang paling penting dan massif kita jalankan adalah,gerakan mencerdaskan masyaraktnya. Mencerdaskan masyarakat sebenarnya adalah tanggung jawab pengelola negara. Tetapi, jikalau hal itu tidak disediakan oleh negara. Bukan berarti lalu kita menunggu. Maka, kita harus berusaha mewujudkannya tanpa menunggu negara hadir. Bisa dengan inisiatif kelompok, ataupun inisiatif pribadi. Karena kita tahu, pendidikan itu akan selalu ada, walau ada dan tidak ada negara. Yaitu mewujudkan untuk memberikan segala akses, fasilitas, dan infrastruktur pendidikan.

Mulai dari; anggaran, tenaga  pendidik handal, gedung, bahan-bahan ilmu dan pengetahuan guna diolah dan dipilah-pilah. Yang nanti akan menghasilkan landasan sudut pandang ideologis dan juga menghasilkan berbagai macam keterampilan teknis yang nanti bisa distribusikan kepada masyarakat untuk modal mengelola negara. Dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperkuat dengan pondasi agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun