"Orang yang tidak mengerti bahasa lain...mereka tidak akan mengerti bahasanya sendiri." Oleh Johann Wolfgang Von Goethe. Walau kita mempunyai bahasa sendiri, yaitu; bahasa ibu sebagai bahasa komunikasi sehari-hari dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Tetapi, menguasai bahasa asing juga penting sampai saat ini.
Terkhusus, bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Memang, tidak menguasai bahasa Inggris, tidak akan mempengaruhi kehidupan kita secara langsung. Tetapi, bahasa Inggris ini sangat penting ketika kita sedang berkomunikasi di luar untuk keperluan belajar dan juga menjalin hubungan kerja dengan luar negeri.
Dalam kurikulum kita, bahasa Inggris menjadi bagian penting. Menjadi mata pelajaran yang diujikan di Ujian Nasional (UN) baik di tingjkat SMP dan juga SMA. Serta menjadi syarat kelulusan meraih gelar sarjana, dengan system target skor TOFL (Test of English as Foreigen Language). Namun, bagaimana perkembangan pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia sekarang? Apakah sudah baik atau masih sama seperti dulu yang kita rasakan bersama?
Pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia masih statis dan kurang inovatif. Banyak faktor yang mempengaruhi; mulai dari kurangnnya tenaga pendidik, banyaknya guru yang tidak kompeten dalam bidang mata pelajaran ini, minimnya praktek , serta terbatasnya sarana dan media pembelajaran, terkhusus yang mengenyam pendidikan di daerah-daerah.
Banyak pengajar di negeri yang masih kurang kompeten, terkhusus di bidang ini. Guru bisa menjadi problem solver (pemecah masalah) pertama, tetapi bisa juga bisa menjadui troble maker (pembuat masalah) pertama, bagi murid. Karena, pengajar adalah orang-orang yang punya peran besar sebagai penjembatan perkenalan atara si murid dengan mata pelajaran. Jika di masa-masa awal saja, si murid sudah tidak suka, maka kemungkinan besar selanjutnya muridpun tidak akan maksimal untuk menyerap pelajaran.
Di samping itu, sekarang ini masih banyak guru yang memposisikan diri sebagai pengisi bejana. Masih kolot dengan tradisi pembelajaran yang kaku. Hanya memposisikan murid sebagai objek. Menjadikan murid selamanya sebagai bejana yang harus diisi dan akan terus kosong ketika tidak diisi dengan materi ilmu. Padahal, metode yang lebih tepat untuk guru masa sekarang bukanlah filosofi pengisi bejana. Tetapi lebih tepatnya filosofi pemantik api. Hampir sama seperti lebih baik memberikan pancing, dibanding memberikan ikan.
Seorang guru tetap menyampaikan materi, tetapi harus menerapkan system pemantik yang membuat si murid ini tetap semangat belajar dan mencari, walaupun ada atau tidak ada guru. Bahkan, idealnya siswa ini semakin penasaran dengan materi yang tingkatannya lebih sulit walau belum pernah diajarkan. Sampai-sampai si murid ini, tetap dengan dengan semangat membara mengejarnya.
Tetapi, faktanya sampai sekarang inipun pembelajaran masih terfokus dengan buku LKS dan lebih sibuk berkutat dalam memahami grammar yang dari dulu ya begitu-begitu saja, walau juga terdapat pembelajaran listening dan reading yang kurang ditekankan. Keberhasilan siswa juga ditentukan di pengerjaan soal yang tingkat keberhasilannya ditentukan oleh nilai dalam kertas.
Bukan berarti tidak menghargai adanya pembelajaran lewat LKS ini. Bahasa yang intinya, kita belajar sarana komunikasi, tapi kita pelajari seperti mempelajari rumus-rumus eksak, dihafal tapi kemudian ilang. Kita telah lupa dengan esensi sebenarnya, mengapa kita harus belajar bahasa? Yang intinya sebagai sarana praktis komunikasi dan memahami.
Setelah lulus SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi kita lupa dengan apa yang telah kita pelajari sebelumnya. Bayangkan, belajar bahasa bertahun-tahun bahkan ada yang direla-relain mengikuti kursus bahasa tetapi tidak ada apapun yang didapat. Selain lembar kertas yang paling akan kita gunakan untuk melamar kerja.
Perlu dipahami bersama. Bahasa adalah tentang kebiasaan. Penguasaan bahasa yang kita miliki, semua dikarenakan kebiasaan yang telah kita lakukan secara istiqomah ditambah lagi tuntutan taktis dan teknis komunikasi sosial di lingkungan kita. Semua, karena kita berbicara, mendengar, membaca, menulis, dan memahami suatu bahasa yang membuat kita, akhirnya menguasai bahasa tersebut.
Sama halnya dengan menguasai bahasa Inggris. Tentu tidak hanya sekedar mempelajari tata bahasanya saja, setelah itu mengujinya dalam sebuah tes ujian yang kemudian tingkat keberhasilannya ditentukan oleh nilai-nilai yang bisa jadi adalah hasil dari rekayasa. Tentu, cara efektifnya kita harus sering-sering mendengar dialog berbahasa Inggris, berbicara, mendengar membaca, menulis, dan memahami sehingga kita benar-benar terbiasa dan menjadi bagian kehidupan kita. Mungkin kita akan bertanya, berapa semua biaya dikeluarkan untuk memodali semua itu. Biaya mentoring dan lain-lainnya?
Kita tetap bisa mendapatkan semua fasilitas itu, tentunya dengan biaya yang murah tetapi tetap dengan pembelajaran yang tetap berkualitas. Justru bisa dengan pembelajaran mandiri atau otodidak. Sekarang, kita hidup di era kemudahan akses teknologi dan informasi. Bahkan kemanjaan itu tidak hanya sebatas untuk dinikmati oleh orang-orang yang hidup di kota-kota besar tetapi sekarang sudah merambah sampai pelosok desa-desa. Hampir semua orang mempunyai smartphone/gawai. Harga pun sekarang sudah tidak menjadi kendala. Karena, smartphone bekas dengan spesifikasi bagus bisa didapatkan.
Kita bisa belajar bahasa Inggris dengan strategi memanfaatkan kecanggihan smartphone dengan cara mandiri. Yaitu, dengan menggunakan aplikasi bahasa seperti; Duolingo, Cakap, ABA English, Modly, Hello Talk dan aplikasi belajar baha asing lainnya lainnya. Bahkan dari beberapa aplikasi tersebut, ada yang non berbayar atau offline. Atau kita bisa memanfaatkan Youtube, sebagai salah satu media terbesar dan terkenal.
Youtube mempunyai konten yang cukup lengkap, termasuk pembelajaran bahasa Inggris. kita bisa menyesuaikan apakah itu untuk pemula atau sudah mahir, untuk dewasa atau anak-anak, santai atau serius. Bahkan kita bisa memilih, untuk fokus dalam; memperkaya vocabulary, cara pronunciation, atau grammar? Semua bisa diakses.
Untuk belajar lewat youtube ini, bisa kita lakukan dengan biaya yang sangat murah. Strategi yang kita gunakan bisa dengan memanfaatkan Wi-Fi Umum atau memanfaatkan kuota unlimited. Bahkan, strategi praktis ini bisa lakukan disaat kita sambil bekerja. Pekerjaan apaun bisa, berdagang bahkan sampai bertanipun tetap bisa, tinggal mengatur teknisnya. Seperti yang penulis lakukan.
Penulis, merupakan salah satu orang yang kecewa dengan system pendidikan bahasa Inggris di Indonesia. Nah, langkah yang penulis lakukan adalah sebuah pengalaman dan dilakukan setelah penulis sudah terpaksa terjebak berkecimpung di dunia kerja professional dan mengejar pendidikan S2. Tetapi, tetap ingin meningkatkan bahasa asing, di sela-sela kesibukannya.
Penulis memanfaatkan kesibukannya di kantor dengan memafaatkan Wi-Fi kantor. Sambil mengurus pekerjaannya yang menyibukkan dalam hal teknis di depan layar komputer. Penulis juga membuka layar youtube dengan konten edukasi materi bahasa Inggris. Materi sesuai kebutuhan atau menyesuaikan kondisi agar tetap bisa fokus minimal dua hal, yaitu; menyelesaikan pekerjaan dan menyerap materi, Bahkan kita juga bisa menemukan konten yang. langsung diajar orang luar negeri, sehingga kita tahu bagaimana cara pengucapannya.
Untuk menambah kosakata bisa membuka konten dengan terjemah, mendengar dan memahami bisa membuka diskusi atau vlogf ringan, memahami penulisan bisa membuka konten belajar grammar. Semoga tuilisan dari pengalaman penulis ini, terutama dalam hal teknis pembelajaran bisa bermanfaat bagi pembaca. Wassalamu'alaikum,,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H