Bangsa-bangsa itu dihinggapi penyakit ultra nasionalisme, lalu dengan volume otak yang sempit dan rabun jauh, menganggap Tuhan akan selalu memeluk mereka dari atas langit, sejahat apapun tindak tanduk mereka, umat pilihan tak pernah salah.
Jika ada kredo tentang sejarah ditulis oleh pemenang, maka untuk meraih kemenangan selanjutnya, pohon sejarah imajinatif itu harus terus disiram dan dibesar-besarkan dengan bualan kosong. Padahal ada indikasi missink link dan duplikasi antara kitab suci dengan fakta sejarah.
Maksudnya, jika sudah bicara dalam domain iman, ya sudah percaya saja. Kunci pintunya, matikan lampunya, tutup saja telinga, jangan membawa-bawa logika dan abstraksi empiris ke dalamnya, karena modal iman cukup percaya dan berserah.
Jangan banyak bertanya, misalnya apa mungkin ayat-ayat agama ditulis ulang atau ditebang pilih oleh pria-pria sebagai pemenang, sehingga surga hanya memanjakan pria dengan puluhan bidadari. Jika ingin masuk surga, wanita harus melayani suami prianya sepenuh hati, merelakan pria memperbanyak istri, dan meniduri budak perempuan mereka. Surga macam apa bagi wanita, ketika saban hari  harus menyaksikan suami mereka menggilir perawan-perawan bidadari?  Berhentilah bertanya, atau kita akan terjerumus dalam kekafiran.
Jika kiamat terjadi pada hari Jum'at di Yerusalem, maka pergilah ke negeri yang masih hari Kamis, atau terbang ke planet Kepler yang tidak ada hari Jum'atnya. Jika Dajjal bermata satu turun ke bumi, perlukah dia menyapa keturunan Dinasti Joseon di Korea Utara, yang kenal saja tidak. Memangnya Dajjal siapa? Jangan pernah mengusik iman dengan pertanyaan-pertanyaan macam begini. Jangan.
Perdebatan antaragama, tidak akan pernah terlihat ilmiah dan berbobot secara filsafat karena berpijak di atas pondasi epistemologi yang rapuh, dengan atap yang dikukuhkan dengan premis-premis yang seolah-olah ilmiah. Iman berada dalam kabin transendental, yang menolak semua pertanyaan, atau keluar saja, keluar dari iman atau cari iman yang lain.
Kembali ke soal bangsa besar kepala yang paling disayang Tuhan macam Israel, jika terdapat missing link dari inti kebenarannya, mengapa pemimpin-pemimpin Barat yang rasional seolah tunduk dan rela melepaskan mahkota kemanusiaan mereka?
Tinjau:Â Apa Sebab Zionis Dibela?
Atau sebenarnya mereka tak pernah peduli dengan omong kosong itu, Â lagi pula, dibutuhkan tingkat kedunguan tertentu untuk percaya begitu saja. Bisa jadi mereka hanya takut dengan wangsa Rothschild yang konon menguasai puncak piramida kekayaan dunia selama tujuh dekade ini, misalnya. ~MNT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H