Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Missing Link dan Duplikasi Kitab Suci dalam Kredo Israel

3 Desember 2023   12:02 Diperbarui: 5 Desember 2023   16:21 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bangsa-bangsa itu dihinggapi penyakit ultra nasionalisme, lalu dengan volume otak yang sempit dan rabun jauh, menganggap Tuhan akan selalu memeluk mereka dari atas langit, sejahat apapun tindak tanduk mereka, umat pilihan tak pernah salah.

Jika ada kredo tentang sejarah ditulis oleh pemenang, maka untuk meraih kemenangan selanjutnya, pohon sejarah imajinatif itu harus terus disiram dan dibesar-besarkan dengan bualan kosong. Padahal ada indikasi missink link dan duplikasi antara kitab suci dengan fakta sejarah.

Maksudnya, jika sudah bicara dalam domain iman, ya sudah percaya saja. Kunci pintunya, matikan lampunya, tutup saja telinga, jangan membawa-bawa logika dan abstraksi empiris ke dalamnya, karena modal iman cukup percaya dan berserah.

Jangan banyak bertanya, misalnya apa mungkin ayat-ayat agama ditulis ulang atau ditebang pilih oleh pria-pria sebagai pemenang, sehingga surga hanya memanjakan pria dengan puluhan bidadari. Jika ingin masuk surga, wanita harus melayani suami prianya sepenuh hati, merelakan pria memperbanyak istri, dan meniduri budak perempuan mereka. Surga macam apa bagi wanita, ketika saban hari  harus menyaksikan suami mereka menggilir perawan-perawan bidadari?  Berhentilah bertanya, atau kita akan terjerumus dalam kekafiran.

Jika kiamat terjadi pada hari Jum'at di Yerusalem, maka pergilah ke negeri yang masih hari Kamis, atau terbang ke planet Kepler yang tidak ada hari Jum'atnya. Jika Dajjal bermata satu turun ke bumi, perlukah dia menyapa keturunan Dinasti Joseon di Korea Utara, yang kenal saja tidak. Memangnya Dajjal siapa? Jangan pernah mengusik iman dengan pertanyaan-pertanyaan macam begini. Jangan.

Perdebatan antaragama, tidak akan pernah terlihat ilmiah dan berbobot secara filsafat karena berpijak di atas pondasi epistemologi yang rapuh, dengan atap yang dikukuhkan dengan premis-premis yang seolah-olah ilmiah. Iman berada dalam kabin transendental, yang menolak semua pertanyaan, atau keluar saja, keluar dari iman atau cari iman yang lain.

Kembali ke soal bangsa besar kepala yang paling disayang Tuhan macam Israel, jika terdapat missing link dari inti kebenarannya, mengapa pemimpin-pemimpin Barat yang rasional seolah tunduk dan rela melepaskan mahkota kemanusiaan mereka?

Tinjau: Apa Sebab Zionis Dibela?

Atau sebenarnya mereka tak pernah peduli dengan omong kosong itu,  lagi pula, dibutuhkan tingkat kedunguan tertentu untuk percaya begitu saja. Bisa jadi mereka hanya takut dengan wangsa Rothschild yang konon menguasai puncak piramida kekayaan dunia selama tujuh dekade ini, misalnya. ~MNT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun