Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

U-distopia | Wajah Baru dalam Sifat Logis Tuhan

5 Februari 2023   08:56 Diperbarui: 5 Februari 2023   09:02 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita benar-benar dalam manipulasi semesta. Artinya Sartre dkk sedang dirumahkan oleh pemikir modern dan perenial klasik sekaligus. Terimpit di tengah-tengah dan meninggalkan pemujanya dalam kebingungan. Apakah kemanusiaan kita akan tamat. Ilmu budaya dan penyelidikan akal budi harus permisi?

Bahwa Kierkegaard, Sartre, Heidegger, Kafka, Camus, Nietzsche misalkan, telah berjuang keras untuk memanusiakan para Sapiens yang terlalu lama (ikhlas) dalam penjara pikiran. Dan terus terkurung dengan banyak cara hingga sekarang.

Menurut William Klemm, Ph.D, para ilmuan telah membuat serangkaian eksprimen untuk membuktikan bahwa otak membuat keputusan bawah sadar sebelum ia menyadarinya. Dalam eksperimen tipikal yang mendukung kehendak bebas ilusif, seorang subjek diminta menekan tombol secara bebas kapan saja dan memperhatikan posisi penanda jam bila dia merasa menghendaki terlebih dahulu gerakan untuk menekan tombol tersebut.

Pada waktu yang sama, aktivitas otak dimonitor tepat pada bagian pengendali mekanika gerakan. Hasil observasi ini mengejutkan, ternyata subjek memperlihatkan perubahan aktivitas otak sebelum dia berniat membuat gerakan. Dengan kata lain, alam bawah sadar (subconscious mind) diduga terlebih dahulu menerbitkan perintah sebelum pikiran sadar sempat memutuskan untuk bergerak.

Mari kita lakukan penyelidikan mandiri, di bagian mana kita benar-benar telah menggunakan kehendak bebas? Saban hari kita didorong dari dalam dan ditarik dari luar. Pikiran sadar kita secara manipulatif hanya memutuskan beberapa hal yang tampak sebagai kehendak bebas namun ilusif.

Secara sederhana, bila kita suka warna merah, maka secara otomatis kita akan memilih merah dari sebelas warna yang ada. Cara kita memilih warna bukan kehendak bebas, tapi didorong oleh preferensi kita terhadap warna tertentu.

Secara lebih rumit, manusia berada dalam keterpencilan eksistensi dirinya dari apapun label ditanamkan pada dirinya, termasuk profesi, stereotipe, definisi, atau kategori dan ragam esensi lainnya yang diatribusikan oleh orang lain atau sistem.

Para determinis menyebut kita telah dan sedang dalam pengendalian penuh Tuhan, dan para sekuleris ultra modern, sebutlah Bostrom dari Oxford, Terrile dari Nasa, dan Elon Musk si Raja Tesla, menemukan landasan logika bahwa kita sedang berada dalam dunia simulasi di bawah pengawasan entitas superior di luar sana. Lalu oleh para saintis, kehendak bebas dianggap sebagai ilusi.

Di sini kemudian masuk "orang baru" bernama kecerdasan buatan. Mereka mampu meretas kehendak bebas kita (entah itu ilusif atau nyata) dan segera memandu detik per detik tentang apa dan harus bagaimana hari esok dimulai. Pada hari itu tiba, pada saat terjadi singularitas masif dan ledakan kecerdasan dalam otak para mesin, secara fungsional akan muncul pertanyaan, siapa yang sebenarnya robot, kita atau mereka?  ~ MNT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun