Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

U-distopia | Ilmuan dan Cara Kerja Otak Kucing

3 Februari 2023   08:21 Diperbarui: 5 Februari 2023   09:00 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak perlu payah-payah untuk memahami cara kerja algoritma pada robot pintar AI, manusia sejak bayi sudah dipimpin oleh algoritma, sama seperti kucing atau trenggiling. Yang menjadi beda adalah, algoritma manusia akan diinterupsi oleh kesadarannya sendiri sebagai inti dari kemanusiaan.

Kesadaran (consciousness) juga adalah kunci emas bagi penganut eksistensialisme, seperti dalam sabda Sartre: l'existence prcde l'essence, eksistensi mendahului esensi. Apakah akan tampak buru-buru jika saya memintas ide tersebut, menjadi bahwa eksistensi adalah kesadaran dan esensi adalah algoritma.

Algoritma pada siklus hidup seekor kucing dapat dideteksi secara kasat mata. Dari bayi dan menyusu, menggaruk telinga, bergelut, mengais untuk menimbun kotoran, suara-suara mabuk kepayang memasuki  musim kawin, beranak pinak, menyusui dan memindahkan bayi kucing dengan cara menggigit tengkuknya tanpa terluka dan seterusnya.

Dan itu terjadi sama untuk setiap kucing. Hal yang sama juga berlaku untuk seekor ulat yang menjadi kepompong lalu berubah menjadi kupu-kupu secara otomatis, tanpa perlu menunggu perintah dari kepala suku ulat, jika ada.

Algoritma pada kucing dan ulat nangka berlaku konstan dengan periode yang rigid, karena tidak ada interupsi dari pikiran. Belum pernah terdengar kabar, seeokor ulat melarikan diri dari takdirnya untuk menghindari proses menjadi kepompong yang menyakitkan itu.

Apakah pikiran manusia dan horizon peristiwa yang mengitarinya adalah bagian dari kehendak bebas (free will)? Faktanya, hari ini kecerdasan buatan dapat mengambil alih kehendak bebas untuk menentukan keputusan terbaik, dengan hanya mengerkah (crunching) algoritma kita.

Apakah manusia telah menginterupsi algoritmanya? Saya akan menjawabnya pada babak yang lain. Mari kita tinjau cara otak kucing bekerja. Lalu apa yang kemudian membedakan antara seekor kucing garong dengan Albert Einstein atau Pierre Simon Laplace?

Kucing bisa melihat fakta dan peristiwa, tapi kucing tidak bisa menghubungkan fakta-fakta atau premis untuk menciptakan konklusi. Mesin silogisme pada otak kucing tidak bekerja. Kucing akan ditolak di forum diskusi manapun, kucing gagal menjadi seorang filosof, tepatnya seekor filosof.

Sebab sesuatu dapat menjadi pikiran ilmiah ketika ia melewati dual test, yakni logika deduktif, dan induktif. Kucing memiliki sebelah sayap pikiran yang tidak sempurna. Kucing bisa menggunakan nalar induktifnya untuk menyimpulkan fakta-fakta. Bila kita memberi kucing makan pada jam sekian secara berturut-turut, kucing akan percaya bahwa kita akan memberikannya makanan berikutnya pada jam tersebut.

Intan dan grafit atau anak pensil, keduanya terbentuk hanya dari satu unsur yaitu karbon. Tapi beda keduanya seperti bumi dan langit, hanya karena susunan atom yang membentuknya. Cara kerja otak kucing dan ilmuan empirisme adalah sama, mereka mengandalkan logika induktif. Yang satu berlian, dan lainnya adalah arang.

Mari segera kita memisahkan diri antara makhluk biologi dan buatan. Untuk sementara kita satu frame saja dengan kucing. Manusia dan hewan memiliki satu anugerah berupa insting yang tidak dimiliki oleh robot Shopia, meskipun Shopia memiliki kesadaran artifisial dan ciri humanoid yang sempurna. Manusia bahkan dilengkapi dengan firasat, intuisi, dan prediksi dan kekuatan supranatural.

Pertanyaannya kemudian, dengan cara apa manusia dapat menajamkan semua senjata tersebut ketika robot-robot humanoid telah berlari secepat bajingan, dengan prediksi dan keputusan-keputusan yang selalu valid, hanya dengan pengandalan pengolahan data dengan metode deep learning.     

Ketika para ilmuan futurisme secara tidak berkedip telah membuang semua insting, intuisi, firasat, dan potensi-potensi metahuman yang tertanam dalam diri anak-anak Adam itu ke dalam bak sampah igauan metafisika belaka. ~MNT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun