Jika utopia itu adalah surga imaji, dan surga itu adalah tentang pemenuhan semua hasrat dan libido manusia, maka secara psikologis surga tidak lagi dibutuhkan. Seorang petarung tidak akan pernah berhenti bertarung, manusia akan terus mendaki tangga-tangga kebutuhan Maslow, di tangga keempat ada ruang hampa yang kita sebut utopia. Di ruang hampa ini, manusia akan kehilangan motivasi untuk tetap hidup.
Dalam A Theory of Human Motivation yang dielaborasi oleh Abraham Maslow, kita sedang dalam pendakian tanpa henti hingga berada di puncak. Tangga pertama adalah kebutuhan dasar fisiologi (physiological needs), disusul kebutuhan rasa aman (security needs) di tangga kedua.
Setelah semua kebutuhan untuk bertahan hidup terlengkapi oleh kamampuan otak reptilia manusia, manusia akan melompat ke tangga ketiga dengan lebih mengaktifkan otak mamalia atau sistem limbik-nya untuk berkelompok dan berkasih sayang (social needs). Versi terbaik di tangga ketiga ini adalah altruisme atau filantropisme.
Meski manusia sudah memiliki standar hidup glamor bak sultan dengan harem yang dipenuhi selusin selir cantik (versi surga dunia abad pertengahan) atau crazy rich dengan lady escort, Lamborghini Veneno dan pesawat pribadi (versi surga modern), manusia tak akan pernah terpuaskan. Mereka akan menanjak ke tangga keempat yakni kebutuhan akan penghargaan (self- esteem needs).
Tangga keempat adalah titik kritis dari utopia nan surgawi, sebab manusia punya pemenuhan ego untuk berada di atas orang lain tentang pengakuan, status sosial, kesohoran, kemuliaan, kesucian, apresiasi, hingga dominasi. Di level ini gerak-gerik manusia lebih didorong oleh kemampuan otak NeoCortex, sang pengatur kecerdasan.
Manusia dikutuk sebagai pemanjat sosial (social climber) dengan sifat dasar narsistik bahkan eksibisionis baik disengaja atau tidak. Ketika utopia tercapai, ketika semua manusia adalah sultan dan sultanah, ketika manusia adalah tuan dan puan pada semua tingkat pencapaian, maka tangga keempat sudah runtuh sebelum manusia naik ke panggung utama yang ada di tangga kelima.
Tangga kelima adalah tangga pembuktian, tempat seseorang membusungkan dada sebagai juara satu di panggung dunia dalam level kebutuhan akan aktualisasi diri (self-actualization needs). Seperti disebut G. Goble, Frank (1987), Maslow melukiskan kebutuhan ini sebagai hasrat untuk semakin menjadi diri sepenuhnya, menjadi apa saja sesuai batas kemampuannya. Tidak banyak yang sampai ke tangga ini apalagi untuk menjadi seperti Elon Musk dengan SpaceX atau Mark Zuckerberg dengan Metaverse-nya.
Bicara utopia, manusia diprediksi akan mencapainya ketika seluruh kebutuhan dan fantasi mereka telah terpenuhi, apapun yang dapat dibayangkan. Segala teknologi sudah mencapai puncaknya, manusia hidup setara secara global dalam kendali tunggal AI Governance System.
Di masa depan manusia telah berhasil menulis ulang takdir mereka. Manusia telah menemukan surganya tanpa proses kematian, manusia kemudian terhenyak dalam paradoks tanpa henti.
Apakah utopia akan mengintervensi tangga keempat Maslow? Sehingga manusia tidak akan pernah sampai ke tangga kelima. Jika demikian adanya, ada satu hasrat manusia yang tidak mampu dipenuhi oleh utopia, bahkan surga akhirat yang sangat didambakan dari zaman profetik hingga kini. ~MNT
                                                        Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H