Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Bersaksi di Tengah Prahara Ekologi

16 Maret 2022   09:24 Diperbarui: 25 Maret 2022   07:24 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Koleksi Pribadi

 

Dr. Elv, dengan Kata Seru Filosofis*

Ich liebe den Wald. In den Stdten ist schlecht zu leben: da giebt es zu Viele der Brnstigen.

(Friedrich Wilhelm Nietzsche)

Dr. Elv seorang pemberontak altruis, penghasut intelektual, dan mungkin kesepian di lorong pengap kisah-kisah epik penyelamatan belantara Riau dari tirani ekologis, satu dari sekian prahara. Ia pendaku murid tokoh fenomenal Riau, Tabrani Rab, yang mencambuknya untuk menjadi seorang patriot.

Franklin D. Roosevelt (1882-1945), Negarawan dan Presiden Amerika Serikat berdiri di atas podium, satu abad  sebelum isu-isu global warming diucapkan: Sebuah bangsa yang menghancurkan tanahnya (sekaligus) menghancurkan dirinya sendiri. Ucapannya, seperti sumpah yang tengah menagih pembuktian.

Dr. Elv  adalah Bung Besar dalam upaya melawan keganasan para kolonial ekologi, sekaligus pendangkalan yang dibuat orang-orang berkerah putih dengan segulung peta buta penyelamatan hutan, dan kerja-kerja kosmetik peremajaan ekologi. Dalam buku ini ia acap menggunakan kata seru filosofis, untuk menutup jalan pikiran dengan tendensi superfisialitas.

Saya coba mendekatkan Dr. Elv dengan Fritjof Capra, seorang pemikir ekologis Austria dengan visi epistemologi tranformatif-nya. Ia coba menggabungkan jalan pikiran epistemik dengan metafisis. Alam  semesta  tidak  harus  dipandang sebagai  seunit mesin,  yang tersusun  atas sekumpulan  objek  yang terpisah, melainkan sebagai   sebuah   keseluruhan yang  harmonis yang  tidak  bisa dipisah-pisahkan; suatu   jaringan   hubungan   dinamis   yang   meliputi manusia pengamat  dan  kesadarannya  dengan cara yang sangat esensial.

Capra melihat, spesialisasi   ekstrem   dari   pikiran rasional,   kini tengah berhubungan dengan mistisisme, esensi dari agama  dan   manifestasi dari  spesialisasi  ekstrem pikiran intuitif, dengan begitu indahnya menunjukkan hakikat  modus kesadaran  rasional dan intuitif  yang  merupakan kesatuan  dan  saling melengkapi.

Dalam catatannya, Riau yang luas daratannya sekitar 8,9 juta Ha telah dibebani izin sebesar 6,8 juta Ha. Taman Nasional 1,6 juta Ha, sisanya sekitar 1,4 untuk rakyat kecil yang harus berkongsi dengan areal perkantoran, fasilitas umum, kawasan tangkapan air (catchment area), dan hutan lindung.

Dalam buku ini (dan buku lain yang telah ditulis), pembaca akan menemukan Fritjof Capra yang lain, yang secara superlatif melintang di timbunan prahara ekologis, sebagai saksi sekaligus pembantai serangkaian gerak gerik hedonistik yang diselubungi etika-etika palsu. Ini jauh melampaui minatnya untuk semata menjadi media darling, bagi isu-isu lingkungan.

Saya tidak akan keberatan untuk mengatakan bahwa Dr. Elv adalah seorang altruisme. Oedipus konon menikam kedua matanya demi menebus kesalahan sendiri, tapi Dr. Elv telah lama kemana-mana dengan kepala plontos, demi memikul dosa-dosa penggundulan hutan yang dilakukan orang lain.

Dalam catatannya, Riau yang luas daratannya sekitar 8,9 juta Ha telah dibebani izin sebesar 6,8 juta Ha. Taman Nasional 1,6 juta Ha, sisanya sekitar 1,4 untuk rakyat kecil yang harus berkongsi dengan areal perkantoran, fasilitas umum, kawasan tangkapan air (catchment area), dan hutan lindung.

Artinya hanya tersisa 15 persen daratan Riau yang bisa dinikmati oleh rakyat, dan tidak ada kepastian apalagi yang bisa diwariskan kepada anak cucu. Fakta lain, sisa sedikit itu sedang menghadapi ancaman penambahan alih fungsi hutan menjelang Pilkada (satu dari sangat banyak sisi gelap demokrasi elektoral), seperti tahun-tahun sebelumnya ketika para bupati tersandung kasus tata ruang. Ramalan Roosevelt benar belaka, bila sudah begini. Riau sedang menghitung mundur.

Di pangkal kalimat, saya mengutip Nietzsche: Aku mencintai hutan. Tidak enak tinggal di keramaian: di sana terlalu banyak mereka yang bernafsu. Dan Riau kini diliputi oleh hampir seluruhnya keramaian, mereka berkejaran dengan nafsu eksploitasi, diganyang oleh tentakel kapitalis dengan seribu tangan pencakar. Riau adalah juara satu pemilik titik panas, sebentang pulau Sumatera.

Dr. Elviriadi, S. Pi. M. Si adalah seorang akademisi, serta aktivis pakar lingkungan yang banyak tampil di forum internasional, juga tercatat sebagai Anggota Society of Ethnobilogi, Ohio State University, menjalankan sejumlah jabatan strategis pada bidang senada, dan penulisan belasan buku yang terhubung dengan sosio ekologi, kultur lokal, serta kesaksian dalam tema-tema kontemporer sosial politik.

Untuk menjadi seorang filosof lingkungan, Dr. Elv akan berhadapan dengan banyak pertanyaan dan penjelasan filsafat berikut tantangan kekinian yang meliputi isu-isu lingkungan. Filsafat harus mendorong manusia masuk ke dalam masyarakat biotik, untuk berangkulan bersama hewan dan tumbuhan. Pentingnya interkoneksi banyak hal ke alam, membela semacam perspektif holistik yang telah memainkan peran penting dalam pengetahuan ekologi.

Setidaknya ada tiga pertanyaan filsafat terhadap masalah lingkungan seperti ditulis oleh Dr. James A. Moran, seorang dosen di Departemen Filsafat di Daemen College di Amherst, New York.

Yang pertama adalah perjuangan untuk mengatasi pandangan antroposentris alam, pandangan yang melihat semua alam sebagai melayani kepentingan manusia, dan menghadap apa yang disebut 'nilai intrinsik' alam.

Tantangan kedua adalah pertanyaan tentang bagaimana menentukan tempat manusia di alam; kita harus dianggap sebagai sama dengan makhluk alam lainnya, tanpa hak khusus, ataukah kita memiliki peran yang lebih tinggi dalam membentuk dan mengelola alam.

Tantangan terakhir, atas dasar apa kita harus menetapkan status moral, atau apa yang kadang-kadang disebut considerability moral, untuk hewan dan benda-benda alam.

Pada akhirnya Dr. Elv tak bisa bekerja sendiri, ia harus mendorong bahkan membangun sistem yang konstruktif. Buku ini hadir sebagai clue untuk menjawab langkah-langkah itu. Selain mencegat jalan pikiran keliru yang membahayakan lingkungan, buku ini juga menjelaskan giat Dr. Elv pada pendampingan hukum terhadap jelata, petani kecil yang dituduh sebagai perusak lingkungan, sebagai deskripsi mental pengecut tabiat pelaksana hukum kita yang selalu tajam ke bawah.

Media begitu saja mengutip interjeksi Dr. Elv yang sangat Melayu tanpa huruf miring, dan menjadi semakin menarik karenanya dengan membiarkan Dr. Elv an sich dan natural. Tapi kita tidak bisa menaruh ekspektasi berlebihan untuk menikmati kelincahan dan diksi-diksi Dr. Elv dengan kata seru filosofis yang lebih dalam, buku ini hanyalah kumpulan fakta media. ~

 

* Kata Pengantar dalam Buku Bersaksi di Tengah Prahara Ekologi (Goresan Hati Seorang Akademisi) 

Oleh Muhammad Natsir Tahar___ Seorang Writerpreneur dan Penikmat Filsafat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun