Namun pada 2033 kemungkinan manusia sudah bisa menteleportasikan atom tembaga. Lalu entah di tahun berapa, manusia benar-benar bisa pindah dari satu titik ke titik jauh dengan sekali klik.
Teleportasi dalam sains diadopsi dari apport, suatu tindakan supernatural dalam ritual pemanggilan arwah. Dalam kisah-kisah religi, teleportasi dapat dijelaskan dalam kemampuan seorang mistikus yang dapat berpindah dengan cepat, seperti ada di dua tempat dalam waktu bersamaan.
Realitas kuno yang kita terjemahkan dalam dunia fisik telah digugat sebagai perspektif palsu dan sangat personal, sekaligus tak mampu membuktikan itu sebagai wakil kebenaran atau hanya ilusi optik, justru kini kita diseret pada kepalsuan sempurna, dalam ekstensi virtual.
Bahwa ancaman pada eksistensi humanisme kita bukan mengada-ada. Hampir tidak ada yang tersisa untuk menguatkan mitos-mitos eksistensi kita sebagai pemilik kehendak bebas, kita seperti seorang buta dalam papahan terus menerus, entah itu dalam dimensi transendental atau kapitalisme profan, atau futurisme sekuler.
Kebangkitan Metaverse tak akan mungkin dielakkan. Ia akan dengan cepat membentuk kultur, politik, dan jaringan sosial global menjadi hal besar berikutnya. Bila kita pernah bercakap soal determinisme langit yang dapat diilustrasikan secara dogmatik, kini determinisme teknologi semakin kuat memeluk hari-hari kita.
Bisakah pelajaran dari masa lalu yang dikumandangkan para tradisionalis masa kini dapat menjawab tantangan ini? Ketika kita terus menyempit, realitas kita justru semakin mengglobal. Bukankah globalisasi itu gagasan kuno, Adam dan Hawa menyapu bumi tanpa sekat-sekat mitos teritorial yang digagas oleh otak reptil kita.
Sapiens purba berlarian lintas benua tanpa dicegat oleh mitos-mitos dan kultur lokal yang rumit sendiri, yang kemudian diperkuat oleh mitos-mitos primordialisme dan chauvanisme, lalu berakhir dengan elegan sebagai nasionalisme. Dunia ini sudah dituduh palsu, kita masih menambahnya dengan mitos-mitos.Â
Manusia mempersulit dirinya dengan mitos, politik dan perang. Kita menghabiskan banyak hal pada bidang tragedi, dan menyisakan sedikit untuk komedi: dunia hanya permainan (game) dan senda gurau belaka. Tugas kita hanya menerima tuntunan dari langit dan bumi. Kehendak bebas hanya ilusi dan bagian dari skenario.
Selamat datang Metaverse, lepas dari kepentingan bisnis di belakangnya, teknologi ini akan membawa manusia ke pengembaran global cara virtual, melepaskan mitos-mitos silam yang hegemonik. Kita (harus) siap menerima kejutan besar berikutnya. ~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H