Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Apa Urgensi Monumen Bahasa?

5 November 2021   16:14 Diperbarui: 5 November 2021   16:26 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Afrikaans Language Monument: travel-assets.com

Bahasa adalah legasi yang ajaib dari leluhur kita. Bahasa lekat dengan keabadian, tapi kadang-kadang juga tentang kematian. Kita bisa bertahan karena kita mampu berbahasa, walaupun hampir semua bahasa telah melewati proses kepunahan.

Agar abadi bahasa harus dipindahkan melalui instrumen alfabet di atas medium yang kekal, setidaknya bersifat estafet. Kecuali di negeri-negeri yang tertutup rapat, bahasa tidak bergantung kepada etnik atau klan, tapi merekalah yang membutuhkan bahasa. Tiap entitas memetik diksi-diksi dari semesta, yang terus merambat tanpa bisa dicegat seperti gelombang radio.

Bagaimana bahasa tulis dapat menunjukkan keabadiannya terlihat pada Bahasa Ibrani. Bahasa ini sekaligus menjadi milik bangsa yang unik, dari entitas Yahudi yang mengikat keseragaman mereka berdasarkan Sepuluh Perintah yang diterima Musa di Bukit Sinai.

Ibrani adalah bahasa yang sangat eksklusif, bahasa ini bahkan terlarang dituturkan oleh yang bukan Yahudi. Konon selama 400 tahun Ibrani terkubur dalam museum sejarah hingga dibangkitkan lewat kitab-kitab tua dan gulungan-gulungan purba yang tersimpan di Sinagog kuno.

Bahasa Ibrani menjadi bahasa kode bagi kerabat Israel modern, hingga dengan kekuatan bahasa itu mereka mampu mendirikan negara ketika mereka mendapatkan dirinya menjadi asing dan terusir. Dengan kekuatan bahasa itu, kini mereka menjadi sebaliknya.

Sebagai bahasa tua dan ketat, Ibrani tetap tak bebas dari hukum besi bahasa. "Bahasa Ibrani adalah cabang dari bahasa Kanaan dan Amorit, atau lebih tepat Kanaan dan Amorit adalah dialek-dialek nenek moyang yang melalui percampuran keduanya pertumbuhan bahasa Ibrani dapat dijelaskan."(Interpreter's Dictionary of the Bible, vol.2, 552).

Ibrani hanyalah anak dari dialek Kanaan yang seibu dengan Aram dan Arab, bersama bahasa Moabit yang dituturkan orang Yordania lalu menjadi dialek Kanaan Selatan, bersemenda dengan Fenisia milik bangsa Libanon yang diturunkan dari dialek Kanaan Utara.

Secara etimologis maupun epistemologis, embrio bahasa tidak mampu dijejak, sehingga tonggak sejarah bahasa (milestone) tetap menjadi misteri semesta, kecuali jika ingin dikuak dengan kail pendek empirisme.

Ibrani dicatat sebagai satu dari 10 bahasa tua dunia, yakni bahasa Basque dari wilayah Spanyol dan Prancis, bahasa Tamil yang menjadi bahasa resmi di Sri Lanka dan Singapura, bahasa Lithuania, Farsi (Persia Lama), Islandia, Makedonia, Georgia, Finlandia, dan Gaelik Irlandia. Yang tertua dari semua itu berdasarkan tinggalan prasasti  adalah bahasa Sanskerta.

Secara etimologis maupun epistemologis, embrio bahasa tidak mampu dijejak, sehingga tonggak sejarah bahasa (milestone) tetap menjadi misteri semesta, kecuali jika ingin dikuak dengan kail pendek empirisme.

Dengan demikian bangsa Skotlandia Tenggara tidak merasa perlu untuk membangun tugu atau monumen bahasa, untuk dikenang sebagai tempat lahirnya bahasa Inggris yang kini menjadi bahasa resmi 60 negara berdaulat. Atau Mandarin dan Spanyol yang menjadi bahasa ibu terbesar di dunia, pun Ibrani sebagai bahasa paling epik di jagat.

Monumen bahasa satu-satunya di dunia hanyalah Monumen Bahasa Afrikaans (Afrikaans Language Monument atau Afrikaanse Taalmonument dalam Afrikaans). Monumen dengan struktur yang unik ini terletak di sebuah bukit yang menghadap ke Paarl, Provinsi Western Cape, Afrika Selatan.

Dibuka secara resmi pada 10 Oktober 1975, untuk memperingati setengah abad bahasa Afrikaans dinyatakan sebagai bahasa resmi Afrika Selatan yang terpisah dari bahasa Belanda. Juga didirikan sempena peringatan 100 tahun Genootskap van Regte Afrikaners (Perhimpunan Afrikaner Sejati) di Paarl, organisasi yang membantu memperkuat identitas dan kebanggaan Afrikaners dalam bahasa mereka.

Lepas dari minat untuk menagih pengakuan dunia dan tujuan-tujuan eksklusivitas bias pada bahasa, monumen dengan berbagai struktur runcing yang bersifat cembung dan cekung ini justru sebagai perlambang pengakuan elegan adanya pengaruh berbagai bahasa dan budaya lainnya, serta perkembangan politik di Afrika Selatan, sebagai Clear West (warisan bahasa Eropa), Magical Africa (pengaruh Afrika pada bahasa), Bridge (jembatan antara Eropa dan Afrika), Republic (dideklarasikan pada tahun 1961), serta Malay language and culture (pengaruh bahasa dan budaya Melayu).

Di negeri ini juga lahir seorang Nelson Mandela yang pernah berujar: bahasa apapun bisa menjadi kendaraan penghinaan dan penindasan rasis, tetapi juga bisa menjadi pembawa pesan dari harapan dan pembebasan. ~MNT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun