Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengapa Dunia Ini Harus Ada, Bagaimana Jika Tidak Ada Saja?

29 Oktober 2021   20:00 Diperbarui: 29 Oktober 2021   20:02 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Interaksi di antara kita adalah tentang kesepakatan dari sedikit teka-teki yang sudah terjawab. Jawaban dari teka-teki adalah teka-teki, karena misalnya tidak ada bukti bahwa warna yang kita lihat akan persis sama dengan yang orang lain lihat. Ini adalah kesepakatan tentang warna hijau, biru atau jingga.

Kata Sigmund Freud, bahkan jika semua bagian dari suatu masalah tampaknya cocok satu sama lain seperti potongan teka-teki jigsaw, orang harus ingat bahwa kemungkinan tidak harus kebenaran dan kebenaran tidak selalu mungkin.

Bagaimana jika dunia ini tidak ada saja? Karena syarat untuk mengatakan bahwa dunia ternyata ada, adalah kesadaran (awareness) kita, yang tersimpan dalam cangkang yang rapuh.

Sains dan teknologi datang sebagai alat penjawab teka-teki di semesta ini. Setidaknya kita sadar bahwa kita tidak sendirian di sehimpun kosmos ini, kita hanya pencilan paling pelosok hanya untuk satu dari sekian miliar galaksi.

Bagaimana jika dunia ini tidak ada saja? Karena syarat untuk mengatakan bahwa dunia ternyata ada, adalah kesadaran (awareness) kita, yang tersimpan dalam cangkang yang rapuh.

Suatu masa, kesadaran kita bisa dihapus, diedit, disalin, bahkan dipindahkan. Kita bermegah-megah dengan kesadaran yang sebenarnya lembik. Bila kesadaran kita terhapus, tidak lagi menjadi penting apakah dunia ada atau tidak.

Beberapa orang memegang sekeping puzzle, lalu mengatakan bahwa dia telah mengenggam dunia dengan segala teka-teki di dalamnya secara terjawab atau pun tidak.

Beberapa lagi tidak memegang kepingan puzzle apapun, dan menganggap bahwa semua teka-teki telah terjawab atau akan segera terjawab. Lalu menjalani hidup dalam ritual hampa.

Taruhlah kita lahir untuk diuji dan akan diadili di mahkmah Tuhan kelak? Untuk apa kita diuji, bagaimana jika tidak diuji saja: kita tidak lahir. Apakah Tuhan harus ada agar kita bisa diuji, apakah kita harus ada agar Tuhan bisa menguji?

Untuk apa ujian? Apakah Tuhan butuh mainan, dan mengabaikan bahwa dengan sifat ketuhanan-Nya membuat Dia pasti tahu hasil akhirnya.

Tuhan sangat berteka-teki, dan kita terkapar kedinginan dalam kedunguan, lalu mencari kehangatan dalam selimut iman. Kita melarikan diri dari kejaran makna dengan memakai logika terbalik: semakin bertanya dianggap semakin dungu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun