Padahal para filosof telah menaruh harapan besar pada kota. Tidak ada filosofi di luar kota. Filsafat tidak sesuai dengan keluarga dan otoritas paternal, dengan suku dan kekuasaan para tetua, penyihir, dan dengan semua jenis wacana yang datang dari luar, atau yang mendahului logos (A philosophical idea of the city, Yale University, 2003).
Artinya hanya kota menjadi tempat bagi musim semi percakapan filsafat, tidak ada setelahnya. Seperti Miletos dan Athena, kota harusnya menjadi lokus holisme yang membelakangi semua ide-ide parsial dan berpotensi cul de sac.
Kota hari ini adalah pusat aglomerasi segelintir orang, dengan tata ruang yang memihak kekuatan dominan. Pergeseran makna dari public goods menjadi private goods sebagai akibat dari keniscayaan laju sejarah neoliberalisme menjadi pendorong kontradiksi setua sejarahnya.
Sesungguhnya dalam cita-cita filosofisnya, kota dibangun untuk menyejahterakan masyarakat seluruh lapisan serta tempat bernaung dan berhimpun penduduknya secara humanis dalam prinsip kesetaraan (equal opportunity). Bukan kota distopia yang megapolis apalagi tyranopolis.
Dalam sebuah cerita indah yang disebut Lambang Kota, Franz Kafka berbicara tentang Menara Babel, mengatakan bahwa tujuan penting dari kapitalis di kota adalah untuk membangun sebuah menara yang akan mencapai langit.
Ada satu, proyek akhir, umum untuk semua. Itu gagal. Menara runtuh. Dan dari runtuhnya menara muncul keragaman: kota. Menara Babel bukanlah sebuah kota, tetapi reruntuhannya adalah sebuah kota. Ini adalah kota yang ingin ia  pertahankan, meskipun kadang-kadang tampaknya terbang di hadapan bukti, melawan retakan paten antara urb dan civitas.
Kota kita hari ini menjadi retakan yang rapuh, tak kuat menahan badai. Cengeng dan pikun. Kota tidak dibangun dengan filsafat, kota tidak menawarkan kesetaraan tapi perlombaan, bahkan medan pembantaian.
Kota tidak lagi punya cita-cita filosofis, kekayaan kota ditimbun menjadi menara setinggi langit. Menara itu harusnya runtuh, agar puing-puingnya menjadi batu bata bagi membangun rumah bersama, dan penghuni kota bisa dikenyangkan dengan lauk bergizi agar kuat berkelahi dengan virus. ~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H