Kota-kota menjadi pikun. Selalu lupa cita-cita filosofisnya sebagai pusat kemakmuran segala lapisan. Bila orang-orang menggigil di kota sebab ketakutan atau kelaparan, kota itu benar-benar sudah hilang ingatan.
Bajingan paling tengik tinggal di kota. Tapi orang-orang paling lapar juga tinggal di sana. Orang-orang dengan operasi plastik, dan bibir penuh teka-teki tidak jauh-jauh dari kota. Politisi berjanji di alun-alun kota, dan memilih pikun setelahnya.
Sebelum ini, dengan temperamen yang artistik, kota-kota selalu berdandan sambil mendengus pada bau anyir peradaban. Kota-kota tertawa di antara tiang-tiang menara dan wangi parfum para binatang ekonomi yang dikejar tagihan hedonistik.
Kota-kota menghasut desa agar serupa dengannya. Mereka menebang pohon, merusak sumber lauk, sayur, padi, dan umbi. Lalu memberi warganya brosur dan mengajari cara berutang.
Kini wajah kota pula yang tertunduk. Dulu kata-kata Pram ini sesuai: Â Kami memang orang miskin. Di mata orang kota kemiskinan itu kesalahan. Lupa mereka lauk yang dimakannya itu kerja kami.
Lupa dekat dengan pikun. Kota-kota pikun, orang-orangnya pikun. Orang-orang kota selalu tertunduk, wajah mereka masih terhisap sepenuhnya ke dalam layar telepon pintar, meski keadaan sudah segenting ini.
Orang-orang desa ikut gemetar, lauk yang mereka kirim ke kota dibeli tak seberapa. Tak ada lagi pesta di kota. Lampu-lampu pusat belanja dan gedung pertunjukan telah dimatikan. Yang terdengar lantang hanya suara politisi bercampur dengan para penuding dan penegak benang basah.
Orang-orang kota menutup telinganya, mencari bait puisi yang kemarin. Tentang masih ada hari esok. Dan Tuhan tidak tidur. Bahwa hanya kota yang pikun, Tuhan tidak.
Gadis-gadis kampung yang kemarin dipajang di akuarium birahi, sedang mencari jalan pulang. Tidak ada pembeli, pria kota pemetik bunga mendadak takut mati oleh air liur yang dirayapi virus.
Wajah kota kini sangat murung. Mobil pemakaman yang dulu dianggap sebatas gangguan lalu lintas, kini adalah tanda tanya: giliran siapa berikutnya? Wabah itu seperti Kaisar Nero yang membakar kota. Seperti debu panas yang menimbun Pompeii.