Sila persatuan menyerupai kontrak sosial Thomas Hobbes. Hobbes menjelaskan bahwa kontrak sosial adalah perjanjian dan kesepakatan antar individu untuk melepaskan hak-hak individu mereka dan selanjutnya tunduk kepada negara. Persatuan dapat terjadi bila altruisme mampu mengalahkan egoisme dalam kemanusiaan.
Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Ini adalah sila yang berhulu kepada filsafat demokrasi. Demokrasi adalah ajaran bumi, manifestasi dari kegelisahan akan eksistensi kemanusiaan yang diganyang feodalisme dan diktator dunia.
Sila ini tidak mampu menjawab demokrasi secara utuh, untuk kemudian bertumpu pada utilitarianisme. Konsep perwakilan dalam praktiknya, hanya menggeser kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan oligarki. Sila keempat harus dibayar mahal dengan uang dan keletihan, sampai ada yang menemukan formula jitu.
Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Ini adalah mimpi, imaji utopia, dan sering menjadi dusta. Kita yang mengagung-agungkan Pancasila, hanyalah seorang degil yang berdusta, bila tak mampu menjalankan sila ini. Jika sila kemanusiaan dapat mengandung anasir kapitalisme, sila ini bersifat sosialisme. Hampir serupa dengan Marxisme.
Soekarno mungkin diilhami seorang petani Marhain lalu melahirkan Marhainisme, tapi dia juga seorang pembaca Karl Marx. Ada yang salah? Tentu tidak, sepanjang sosialisme dapat saling mengisi dengan sila kemanusiaan, yang memberi peluang kepada tiap individu untuk mencapai derajat tertinggi kemanusiaannya. Melampaui konsep keadilan dengan satu alat ukur, atau cara kacamata kuda.
Pancasila menjadi semacam diorama, yang dapat diglorifikasikan bahwa ia digali dari bumi Indonesia. Sedangkan akar-akar dalam setiap sila, tidak luput dari isme-isme global, tidak hanya bumi tapi juga langit.
Lima sila duduk semeja, dan debat tak usai, sebab mereka turun dari nenek moyang yang berbeda. Rupanya sila kemanusiaan dan keadilan sosial kebanyakan minum. Dalam mabuk berat mereka lepas kendali. Salah satu dari mereka bergumam, "Dengar tuan Sila Pertama, Tuhan tidak ada. Lalu untuk apa Anda masih duduk semeja dengan kami?". ~MNT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H