Tak perlu menjadi anggota partai oposan untuk tetap kritis, cukuplah dengan hanya menjadi rakyat. Cukup hanya menjadi manusia. Demokrasi tak menghendaki perbudakan dalam politik, lalu mengapa kita menawarkan diri.
Pemimpin tidak perlu denial, ketika performanya turun atau janji-janji kampanye yang selalu basi. Yang perlu dilakukan adalah perbaikan. Rakyat hanya ingin melihat itu. Tak usah bertabiat kanak - kanak dengan menyewa buzzer, apalagi seandainya dibayar dengan uang rakyat. Rakyat tidak membeli peluru, untuk ditembakkan pada dirinya. Mengapa Pemerintah sibuk memenjarakan ujaran kebencian ketimbang menguji tuduhan. Sampai kapan terus denial dan lari dari substansi.
Oligarki telah berhasil menjungkangkan visi kita untuk membuat negara terus membaik. Saya menjadi curiga apakah kita punya visi? Apakah kita punya gambaran besar, akan jadi apa negara ini ke depan? Atau kita hanya seekor hamster yang terperangkap dalam tubuh manusia, untuk menjalankan pengembaraan semu di lingkaran roda masing-masing.
Dua tahun dari sekarang kita kembali masuk tahun politik berikutnya. Sebuah siklus roda hamster demokrasi yang tidak membawa kita kemana-mana. Sistem elektoral seolah selamanya akan menjadi sisi gelap demokrasi. Para oligarki mempersempit gelanggang pertempuran antar mereka dengan pagar pembatas bernama presidential threshold. Calon presiden ke depan tidak akan jauh dari asuhan oligarki, termasuk anak, menantu, kemenakan, sepupu jauh, atau bila perlu orang-orangan sawah, asal rakyat suka. Asal elektabilitasnya tinggi.
Artinya Anda boleh setulus nabi, sebaik malaikat atau sehebat Abraham Lincoln, tapi jika tidak memenuhi ambang batas, berdoalah agar yang terpilih berikutnya bukan yang terburuk, atau paling tidak dia yang paling tahan terhadap godaan iblis oligarki. "Malaikat masuk ke sistem Indonesia pun bisa jadi iblis, kata Mahfud MD, dan kita harus percaya, karena Mahfud bukan sembarang orang. Mahfud benar!.
"Apa yang sudah disepakati secara politik, jangan pernah diperdebatkan secara estetis," sebut Soekarno. Dengan demikian, bila kita sudah permisif dengan politik, maka pejamkan mata terhadap politik dinasti abadi, feodalisme, dan kawanan oligarki yang berajojing dengan duit politik yang selalu terselip di antara jejari mereka. Meskipun itu tak pernah elok, tak estetis, tidak elegan. Denial.! ~MNT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H