Pertanyaan filsafat akan muncul pada paradoksal Tuhan, misalnya. Apakah Tuhan mampu menciptakan benda terberat sehingga Dia sendiri tidak mampu mengangkatnya. Apapun jawaban atas pertanyaan ini akan melemahkan kemahakuasaan Tuhan. Seharusnya bisa karena Tuhan punya sifat maha kuasa (omnipotent), tapi ketika itu bisa dilakukan dan Tuhan tidak bisa mengangkat benda tersebut, maka kemahakuasaan Tuhan menjadi batal.
Filsafat yang tidak terburu-buru akan memandang Tuhan sebagai maha tahu (omnisign) tanpa kecuali, ketika dogma bahkan menjadi elastis. Misalnya ketika Tuhan menciptakan surga dan neraka, Dia pasti tahu siapa yang akan menjadi penghuninya. Dalam proses itu apakah Tuhan tega membiarkan ciptaannya sendiri berbuat dosa, atau tersenyum melihat calon penghuni neraka berbuat baik di dunia.
Filsafat pernah melakukan kawin cerai, telah terjadi perselingkuhan antara nalar dan iman. Di sepanjang Dark Age, teologi telah muncul sebagai sang dominan, pengekang filsafat sekaligus pendera sains. Di situ kemudian filosof diburu dan ilmuan dibantai, dituduh penyihir.
Benarkah filsafat musuh agama? Mungkin bisa meminjam Immanuel Kant, yang dengan agnotismenya, menjaga batas-batas nalar dan agama justru secara rasional dan dari perspektif nalar. Artinya bila tidak kuat, filsafat dan agama tidak saling mengurusi, demikian pula sains yang "radikal".
Filsafat disebutkan memiliki masalah pada dirinya. Karl Popper berpikir bahwa hal yang perlu diperbaiki dalam penalaran adalah masalah pendekatan induksi. Ini perlu didekati melalui metode falsifikasi_ adalah kebalikan dari verifikasi, yaitu pengguguran teori lewat fakta-fakta.
Filsafat adalah detektif kebijaksanaan yang andal. Tapi ia membutuhkan kecerdasan transendental. Artinya sanggup menjalin keterhubungan transenden dengan dimensi yang lebih luhur.
Ini menjadi sulit dalam banyak teori filsafat kontemporer, misalnya eksistensialisme atau nihilisme. Yang menolak hal - hal metafisika atau di luar fisika, di luar yang terindra.
Kita perlu melarikan diri ke metafilsafat_ yakni hal-hal yang melampaui filsafat. Di atas kekukuhannya yang sulit dipatahkan oleh nalar pembanding, filsafat harus dilihat dari sisi yang mampu melampauinya. Yakni transendental, yang bersifat ilahi. Tuhan! Apapun pertanyaan tentangnya, sebaiknya tidak dijawab dengan akal. ~MNT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H