Ditilik dari pragmatisme, pelaksanaan pilkada adalah aspirin pereda panas, di ambang resesi. Di luar pembiayaan resmi dari Negara, dana politik akan mengalir sampai jauh. Menggerakkan unit - unit industri, papan reklame, kaos partai, alat alat peraga serta media massa. Pekerja - pekerja politik direkrut dengan logo relawan. Sebuah istilah absurd dalam pendekatan The Moral Limits of Markets-nya Michael Sandel.Â
Dibutuhkan dana politik miliaran rupiah atau belasan, dan itu tidak datang dari kantong petahana dengan gaji pokok dan tunjangan resmi, atau pelaku politik murni, apa lagi pejuang jalan lengang idealisme berkantong kempis.
Ada satu skema kapitalisasi kekuasaan padat modal, dan mereka menempati partisi khusus di ruang pengap oligarki. Mereka kelak akan bicara tentang titik balik modal lalu menagih pembagian deviden.
Politik mungkin telah berhasil memblokade pikiran kita, tentang trasendental dan substansial, tapi seperti kata Plato, harga yang dibayar oleh orang baik untuk ketidakpedulian pada urusan publik adalah mereka akan dikuasai oleh orang jahat. ~MNT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H