Alquran lebih selalu paralel dengan sains. Bahwa waktu adalah relativitas. Jangankan hari ini dan setelah kiamat, antarplanet saja _karena sedemikian kecilnya dapat disebut sebagai antardebu kosmik_ konsep waktu telah berbeda.
Masa 25 tahun di bumi hanya dihitung selama satu bulan enam hari di Pluto, tapi di Merkurius mencapai 103 tahun lewat enam bulan. Satu tahun di Mars lamanya sama dengan 687 hari atau 1,88 tahun bagi Bumi. Satu tahun di Saturnus durasinya sama dengan 29 tahun 5 bulan. Lalu satu hari di Venus lamanya adalah 243 hari waktu Bumi.
Demikian seterusnya dan seterusnya, belum lagi bila kita menghitungnya dari tata surya matahari (bintang) lain. Bagaimana dengan galaksi lain, Andromeda, Black Eye, Centaurus dan seakan nirbatas sampai miliaran yang di antaranya berjarak miliaran tahun cahaya pula.
Kecepatan adalah jarak dibagi waktu dan menurut Albert Einstein, setelah sejajar dengan kecepatan cahaya, itu akan menjadi kecepatan yang terakhir. Suatu kecepatan yang setara dengan gerak malaikat. Melewati satu perjalanan relativistik menunggangi cahaya maka di sana jarum jam akan berhenti.
Einstein memungkinkan, dalam beberapa jam perjalanan antariksa maha cepat, seseorang akan kembali ke bumi dan terheran melihat orang-orang yang ditinggalkan telah menua.
Kita telah lama dihanyutkan di sungai waktu. Tebing itu telah dekat atau menunda, tidak lebih penting daripada menambal lubang-lubang dari sisa kerikil doa. Sebab kematian bukan hanya pencapaian, namun juga akumulasi pengalaman otentik manusia. Kita perlu menyusun penuh puzzle yang tertunda.
Ketika tebing waktu menjelma menjadi musang malam yang mengendap-endap, katakan saja: aku adalah bayi Pluto yang sedang berproses menjadi versi terbaikku. I am becoming the best version of my self. ~MNT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H