Kecuali sebelum dimulainya revolusi kognitif, bukanlah sesuatu yang logis untuk menyelidiki tonggak sejarah (milestone) sebuah bahasa. Menurut Max Muller, bahasa adalah kata seru emosional dari rasa sakit, terkejut, senang, dan apa saja. Tidak jauh berganjak dari itu, apakah proto-bahasa kaum fosil hingga milenial.
Dan Noam Chomsky dalam teori bahasa menyebut, satu-satunya perubahan yang dibutuhkan adalah kemampuan kognitif untuk membentuk dan memproses struktur data rekursif dalam pikiran.
Artinya bukan soal di belahan bumi di mana mereka tinggal, karena setiap kosa kata yang meluncur hanyalah tentang kesepakatan. Dan setiap kosa kata bisa melompat bebas, dari satu negeri ke negeri lainnya, mengisi dan bertukar.
Berdasarkan situs Ethnologue ada 7.000 bahasa di dunia yang digunakan oleh tujuh miliar manusia. Pemilik bahasa terbanyak adalah Papua Nugini dengan 839 bahasa, lalu Indonesia 700 bahasa dengan 127.000 kosa kata (2018), disusul Nigeria dengan 520 bahasa. Ajaibnya apa? Indonesia disatukan oleh bahasa nasionalnya sendiri, sedangkan dua lainnya meminjam legasi kolonial Britania Raya.
Sudah selesai di sini, bahwa bahasa yang berfungsi sebagai perekat para umat itu adalah Lingua Franca. Inggris dan Melayu adalah Lingua Franca. Tidak akan selesai bila kita memulai pertanyaan sesiang ini, bahasa Melayu mana yang digunakan sebagai bahan baku Bahasa Indonesia?
Sama nadanya dengan bertanya dari mana munculnya bahasa Inggris pertama sekali? Apakah Anglo-Saxon, Londoner Sungai Thames atau Frisia? Tidak ada jawaban kecuali hanya mengantarkan kita kepada proto-bahasa yang sudah memosil.
Tapal batas yang logis adalah kepada pendekatan fonologis, morfologis, semantik dan sintaksis terhadap sebuah bahasa terakhir sebelum ia bertransformasi ke dalam Bahasa Indonesia. Untuk dapat disebut sebagai sains, sejarah harus melewati uji ganda (dual test) yakni empiris dan logis.
Yang terakhir dipakai adalah bahasa Melayu Tinggi, ia menyebar di Riau Pesisir dan Kepulauan Riau yang secara historis menyatu dengan episentrum Lingua Franca yakni pusat dagang abad pertengahan Malaka yang setanding dengan Venesia (sebelum dan sesudah Alfonso Albuquerque) dan pusat dagang pra-modern Singapura (sebelum dan sesudah Thomas Stamford Raffles).
Kedua bandar dagang ini diakui secara internasional, tidak berdasarkan asumsi-asumsi lokal, dan menempelkan kedigdayaan bahasa hanya kepada siklus historis sebuah imperium. Adalah sangat logis bila episentrum Lingua Franca adalah sepanjang jalur Selat Malaka.
Tinjau: Bahasa Indonesia, Lingua Franca Asia