Sudahkah penyelenggara negara menerapkan kelima prinsip dasar Pancasila itu? Di tengah gemulainya pertahanan kita pada kapitalisme predatoris, serangan proksi, tabiat otokrasi-koruptif dan keberpihakan kepada pasar-individualis yang kesemuanya mengoyak peri kemanusiaan yang adil dan beradab serta peri keadilan sosial.
Sudahkah politik anggaran dilaksanakan dengan adil untuk rakyat, di tengah sangat dipentingkannya urusan ritual, fasilitas dan kemewahan penyelenggara negara, serta cara belanja yang boros dan korup ketimbang mengoptimalkan biaya publik.
Lalu negara mengumumkan kembali soal defisit anggaran, kemudian memijak rakyat, menagih dan mengancam. Memindahkan beban kedunguan dalam mengelola pelayanan publik ke bahu rakyat yang sudah terbebani dalam banyak hal oleh negara. Mana transparansi anggaran, mana akuntabilitas publik? Saatnya kebijakan yang merugikan publik, pelakunya dikriminalkan, agar adil.
Dalam hikmat kebijaksanaan, sudahkah suara - suara rakyat dihormati dan tidak dicederai. Lalu kemudian sudahkah penyelenggara negara berlaku adil atas dua jenis rongrongan atas Pancasila?Â
Jika cenderung melihat bahaya besar hanya datang dari chauvanis atau radikalisme keagamaan tetapi membuta pada idelogi para penyelinap yang berhasil disusupkan ke dalam tubuh Pancasila.
Sudahkah hukum berlaku adil untuk semua, hanya tajam untuk jelata tapi tumpul pada transaksi politik, uang atau tekanan kekuasaan. Hukum bisa diutak-atik dengan cara pandang yang hanya baik untuk mereka tapi cacat dalam keadilan.
Pancasila bukan sebatas hapalan sekolahan sebagai Dasar Negara, tapi adalah solusi untuk menegah ancaman negatif globalisasi yang telah membelah umat manusia menjadi dua golongan, yang menang dan yang tertindas.Â
Jika faktanya rakyat masih hidup dalam hegemoni, baik secara dalam negara maupun internasional, mari berhitung sejauh mana Pancasila sudah dihadirkan oleh rezim ini?
Negara mestinya menutup wacana untuk mengganti ideologi Pancasila dengan memperbaiki cara mereka memberlakukan Pancasila dari dalam, dari diri -Negara- sendiri. Sehingga tidak ada lagi ruang untuk mendebat Pancasila sebagai ideologi bangsa dan dasar negara.
Aneka bentuk kekerasan sosial berbasis fundamentalisme keagamaan, tribalisme, premanisme dan sentimen kelas sosial adalah pantulan dari hilangnya bahkan tidak dikenalnya Pancasila dalam tataran implementasi.Â
Ketika negara tidak memberi contoh yang baik, bagaimana mengamalkan Pancasila pada diri mereka terlebih dahulu.