Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nasionalisme Sapu Lidi Cara Harry Potter

1 September 2019   14:37 Diperbarui: 2 September 2019   11:39 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nasionalisme modern terbentuk dari kegelisahan eksistensi. Dari rasa cemas memandang masa depan dan keinginan yang serentak untuk lepas dari belenggu hegemoni. Episentrum nasionalisme tersebar ke dunia dalam bentuk revolusi di Perancis dan Amerika Utara. Tapi nasionalisme tidak hanya soal patriotisme, karena ada yang menudingnya sebagai ikatan kelemahan yang bermutu rendah.

Ketika dijajah, sebuah bangsa sangat butuh nasionalisme laksana filosofi sapu lidi. Sapu lidi bahkan bisa lebih dari ikatan lidi-lidi lemah yang kemudian menjadi kuat, ia juga menjadi perkakas ajaib yang bisa ditunggangi oleh penyihir untuk terbang kemana-mana.

Nasionalisme dalam sebuah bangsa terbangun sebab ada kepentingan bersama, selebihnya adalah kenangan. Nasionalisme juga adalah dogma yang mengajarkan bahwa individu hanya hidup untuk dan demi bangsanya sendiri. Dogma ini sudah terbentuk sejak zaman monarki. Jelata melaksanakan perang suci atas nama nasionalisme yang di balik itu adalah demi kepentingan singgasana raja.

Prof. Hertz dalam bukunya Nationality in History and Policy menguraikan enam prinsip nasionalisme yakni hasrat untuk mencapai kesatuan, kemerdekaan, keaslian, kehormatan bangsa, persamaan ras, serta keinginan dan tekad bersama untuk lepas dari belenggu penindasan.

Indonesia memiliki suasana kebatinan nasionalisme yang sangat kompleks. Tidak mudah membangun imajinasi ke-Indonesiaan di antara 1.340 etnik yang menyebar di antara 17.504 pulau. Mana dari enam prinsip nasionalisme Hertz yang masih relevan untuk kita terus mempertahankan nation building dan mana yang sudah usang.

Bangunan nasionalisme bisa pecah oleh semangat tribalisme dan chauvanisme sebagai bentuk keakuan yang kuat pada diri dan kelompok serta ideologi yang sempit. Dan pula oleh derajat integrasi yang tidak selesai. Namun nasionalisme yang dipertahankan dengan pura-pura lupa untuk apa nasionalisme itu ada -dengan alasan yang paling logis yakni keadilan dan kesejahteraan bersama-maka ini akan sama buruknya.

Bila dulu nasionalisme dipertimbangkan sebagai bagian integral dari sejarah politik dan gerakan nasional masa kolonial, nasionalisme abad digital adalah tentang jaringan kebangsaan yang telah siap menghadapi hempasan badai global dalam proses berkeadilan. Jangan sampai ada satu anak bangsa pun yang merasa ditinggalkan dari suasana keadilan. Tidak ada kasta dan tidak ada warga negara kelas dua.

Jalinan nasionalisme dapat bermutu rendah karena merosotnya pola pikir. Apabila nasionalisme jarang dipertanyakan ulang, maka para elitis menganggap nasionalisme adalah semacam kebenaran politik (political legitimacy) yang bisa ditafsirkan sepihak. Nasionalisme yang kuat namun bermutu rendah akan tertunggangi.

Literatur tentang nasionalisme memperkenalkan jenis-jenisnya. Ada Nasionalisme Kewarganegaraan yang dicanang JJ. Roausseau dalam istilah Du Contract Sociale atau Mengenai Kontrak Sosial. Ada pula Nasionalisme Etnik dan Romantik seperti yang pernah dianut bangsa Jerman yang dicetus oleh JG von Herder, Nasionalisme Budaya seperti Tiongkok, Nasionalisme Kenegaraan diperkenalkan oleh Nazi, Turki kontemporer, Nasionalisme Perancis versi Jacobin, Franquisme sayap kanan di Spanyol dan nasionalisme masyarakat Belgia. Lalu juga Nasionalisme Agama yang dibangun Katolik Irlandia dan Hindu di India.

Nasionalisme Indonesia adalah bauran dari semua kompleksitas yang ada bahkan menjadi wacana kekaguman global. Indonesia tetap utuh karena adanya konsensus Negara Kesatuan. Namun bibit perpecahan akan selalu ada bila rezim tidak segera membuat perbedaan yang tegas antara Negara Indonesia dengan sederatan negara yang pernah menjajah negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun