Mungkin karena tidak percaya kepada parlemen, sehingga harus kerja dua kali: presiden dipilih oleh rakyat. Proses ini secara tersendiri adalah episode panjang yang ikut memperparah jalan utopia demokrasi.
Kita akhirnya melihat parlemen sebagai  orang-orang yang derajatnya sama tinggi itu memerosotkan bahu feodalnya di hadapan istana. Mereka menghapus ingatan bahwa rakyat telah memuliakan mereka sebagai wakil untuk mengawasi kekuasaan. Alih-alih begitu, mereka berlomba-lomba untuk menjadi pesuruh bagi orang yang mestinya mereka pelototi, dengan menjadi Menteri Kabinet.
Kursi menteri ada di lutut presiden dan mereka perlu membungkuk sebungkuk-bungkuknya agar dapat kursi itu. Tapi di hadapan rakyat mereka dengan gagah perkasa bicara: kami punya suara segini dan mestinya dapat menteri sebanyak ini.
Tidak kah rakyat ingin curiga, demokrasi telah dihina sebegitu rupa. Ternyata menteri kabinet adalah gula-gula rebutan. Benarkah bisik-bisik, kementerian dapat menjadi mesin uang untuk pundi-pundi partai? Pada akhirnya duit rakyat 25 triliun untuk ritual pemilu hanya memproduksi manusia-manusia yang berebut kursi menteri.
Mestinya lembaga anti rasuah memantau modus dan motif di balik gairah merengkuh kursi menteri. Sebegitu bonafidkah dapat banyak kursi menteri, bila tujuannya adalah kerja murni, mestinya pintu dibuka lebar-lebar kepada hanya figur yang benar-benar profesional di bidangnya tanpa dikacaukan oleh intrik politik.
The winners take all, pemenang mengambil semuanya. Ingat istilah ini, entah mengapa saya terbayang wajah Robert Mugabe, presiden Zimbabwe yang menang banyak itu.Â
Alkisah pada Januari 2000 di kota Harare, Zimbabwe Banking Operation (Zimbank) melaksanakan undian yang terbuka bagi belasan ribu nasabah dengan saldo di atas 15.000 dolar Zimbabwe.
Dalam suasana dramatik dan mendebarkan, MC kondang Fallot Chawawa yang membacakan pemenang undian seolah kaget tiada kepalang: pemenang undian sebesar Z$100.000 adalah Yang Mulia R.G. Mugabe. Sebuah kebetulan yang tidak biasa.
Mugabe tak kurang suatu apa, dia bisa menaikkan gaji dirinya dan menteri-menteri sesuka hati. Tapi kemenangan harus dirayakan termasuk dengan cara merekayasa undian.Â
Di antara 94 persen rakyat yang menganggur sekaligus menderita kolera terparah di dunia, mereka mengkalkulasi sebanyak apa mereka dapat untuk kelompok oligarkisnya sembari mengumumkan statistik pencapaian yang menghibur penuh dusta.
Diktator Mugabe adalah kombinasi terburuk ketika demokrasi dan moral benar-benar tidak berfungsi. Kita bisa setengah lega karena masih punya demokrasi, kendati kelaminnya ganda. Kekuasaan tidak pernah ada di tangan rakyat, ia adalah milik pemenang. ~MNT