Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Manusia di Hamparan Debu Kosmik

15 Mei 2019   09:55 Diperbarui: 15 Mei 2019   15:52 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam satu detik, cahaya melesat dengan kecepatan hampir 300.000 kilometer atau tujuh kali keliling bumi. Dalam setahun, cahaya mampu menjalar melintasi jarak 10 triliun kilometer. Dan kita berada di dunia nebula yang tepiannya berjarak delapan miliar tahun cahaya dari bumi.

Dalam ruang antargalaksi, bumi yang kita tinggali tidak hanya debu tapi super debu, karena begitu kecilnya. Di planet ini diri kita yang sehalus amuba bisa terbahak, berlagak menjadi maha. Sedikit saja bumi bergeser dari garis edarnya mendekat atau menjauhi matahari, kita akan terbakar atau membeku.

Atau perhatikan bulan yang berwajah bopeng. Kawah-kawah itu dibentuk dari tabrakan serpihan komet dan meteor, yang terbentuk dalam miliaran tahun. Sebanyak itu pula tabrakan yang sudah menghantam bumi, dan kapan-kapan akan berulang. Satu tabrakan melebihi kedahsyatan bom atom.

Bumi adalah debu yang sangat tua, mengelilingi satu bintang sepuh yang menunggu padam. Kita menyebutnya matahari. Dahulu kala beberapa agama menyembah matahari yang dianggap maha jagat raya, padahal matahari hanyalah satu dari ratusan miliar bintang yang dihimpun dalam galaksi Bima Sakti.

Bima Sakti tak sendiri, di seluruh jagat raya ada miliaran galaksi. Kenaifan menciptakan tuhan-tuhan, sedangkan berabad-abad sebelum mereka Erathosthenes yang hidup 300 SM sudah secerdas ini: ia berhasil mengukur keliling bumi dengan sudut tujuh derajat antara Alexandria dan Syene serta mengkonfirmasi bahwa bumi ini bulat. Erathosthenes menggunakan matahari sebagai objek risetnya, bukan sebagai Tuhan.

Dengan kepuasan diri yang tak terbatas, manusia mondar mandir di bumi ini dengan urusan remeh mereka, merasa damai dan yakin akan penguasaan mereka. Ini adalah petikan dari kalimat pembuka dalam fiksi sains klasik The War of The World karya H.G. Wells (1897).

Padahal kata Wells, mungkin saja manusia sedang diperiksa dan diteliti hampir secermat seorang peneliti makhluk fana Mikroba yang miliaran banyaknya dalam setetes air di bawah mikroskop. Wells dalam fiksinya mengingatkan ada makhluk lain dari planet yang lebih tua yang akan menjadi sumber bahaya bahkan mungkin sesuper jentikan jari Thanos. Maka kita lenyap.

Atau paling tidak bila tak ada makhluk antargalaksi yang sedang mengamati kita dari kejauhan, pasti ada super kosmos yang kita sebut Tuhan. Dengan cara apa kita akan lari dari pengamatannya. Dengan cara apa kita menahan jentikannya untuk membebaskan kita dari akhir dunia?

Yang kita tahu, planet biru kita adalah tempat berdiam yang paling menghidupkan. Tiupan angin menyejukkan dari atmosfer yang tebal dan ultraviolet yang ramah. Bila bumi menghadap matahari dan semua planet dalam posisi sejajar, maka di depan kita ada Venus. Ia adalah saudara perempuan bumi yang berwarna putih susu. Venus begitu memesona dengan caranya sendiri.

Kata Carl Sagan dalam Kosmos, banyak pahlawan dalam mitos Yunani dan Skandinavia melakukan upaya - upaya mengagumkan untuk mengunjungi neraka. Neraka itu adalah Venus. Dengan suhu mematikan, badai, radiasi dan gas berbahaya, inframerah dan sinar matahari yang terperangkap, adalah sedikit kisah tentang Venus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun