Dalam pengertian yang asli, struktur ini disematkan oleh sejarawan pada sistem politik di Eropa pada Abad Pertengahan, yang menempatkan kalangan kesatria dan kelas bangsawan lainnya (vassal) sebagai penguasa kawasan atau hak tertentu (disebut fief atau, dalam bahasa Latin, feodum) yang ditunjuk oleh monarki (biasanya raja atau lord).
Rakyat juga perlu disadarkan bahwa kadang-kadang ilusi nasionalisme yang memiliki tugas mulia, landasan logikanya dibelokkan oleh para politisi, sampai rakyat tidak mampu membedakan mana kepentingan negara yang hakiki dan mana kepentingan politisi yang sedang berkuasa di dalam sistem negara.
Bangsa Indonesia tradisionalis yang telah turun temurun pernah berada dalam budaya feodalisme tampak kesulitan memindahkan kuadran berpikirnya dari keturunan jelata di masa lalu, menjadi rakyat demokratik modern yang punya nilai tawar seperti petani Inggris dalam kisah The Black Death.
Dalam 2.000 tahun gen-gen feodalisme yang menancap kuat di tubuh manusia bumi menciptakan sistem algoritma, salah satunya seperti gerak refleks dari alam bawah sadar untuk membungkuk di hadapan petinggi yang digaji rakyat. Padahal kita telah sepakat untuk mendirikan negara demokrasi.
Dalam sistem demokrasi yang dirancang di Athena kuno, senat dan pemimpin adalah petugas, yang sewaktu-waktu siap dihadirkan oleh sidang rakyat di Acropolis atau dipecat untuk digantikan dengan petugas yang lain.
Kita memang tidak mesti sedemokrasi itu, tapi paling tidak sebagai pengingat bahwa feodalisme dan demokrasi adalah musuh bebuyutan. Jangan coba-coba dikawinkan. ~MNT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H