Kita juga mengenal vox populi vox dei istilah Latin yang merujuk kepada suara. Mengapa proses memilih dikaitkan dengan suara, barangkali berkelindan dengan embrio demokrasi tempo kuno yang melakukan pemilihan dengan cara berteriak khas Spartan yang pemarah, lalu dikoreksi Aristoles dengan sistem mengundi yang tertib.
Athena adalah kuntum yang tepat bagi mekarnya demokrasi. Lokus paling ideal agar demokrasi menjadi efektif adalah negara kota, dengan setiap warga yang sangat beriya-iya untuk menjadi bagian yang menentukan masa depan negaranya.
Namun kesenangan bernegara tidak seluruhnya menjadi kehendak bebas, karena ada stigma bagi mereka yang tak peduli. Di Athena kuno, warga yang tak mau berpartisipasi dalam masalah publik disebut sebagai idiotes. Istilah idiotes pada zaman ini mendapat peyoratif yakni idiot: semacam ketololan tingkat cacing.
Idiotes di Athena kuno adalah juga para golongan putih yang kita kenal dengan akronim golput. Di zaman ketika derajat Steve Jobs terangkat menjadi dewa, kaum Idiotes pun menjadi fenomena kelas eksekutif. Di antara benang pemisah yang tipis antara idiotes dan idiot, terselinap rasa bangga sebagai kelas berpikir yang penuh selidik.
Jika tak juga ada pilihan yang memenuhi ekspekstasi jelang Hari H Pemilu, maka idiotes akan memulai rencana B: melipat tangan mereka sembari menonton dengan tatapan kosong orang berduyun-duyun menuju kotak suara. Padahal surat suara yang mereka biarkan kosong berpotensi mengundang banyak kemungkinan yang jauh lebih buruk.
"Sungguh bodoh mereka, yang tak mengetahui bahwa karena mereka tak mau tahu politik, akibatnya adalah pelacuran, anak terlantar, perampokan dan yang terburuk, (adanya) korupsi dan perusahaan multinasional yang menguras kekayaan negeri," demikian Bertolt Brecht, penyair dan dramawan Jerman. ~MNT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H