Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pada Akhirnya Kita Semua Dipecat

3 Maret 2019   11:31 Diperbarui: 4 Maret 2019   07:06 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua pekerjaan itu dilakukan dengan menyingkirkan jutaan manusia. Jangan bilang printer 3D tidak bisa mencetak patung sehebat David mahakarya Michelangelo, atau lukisan seagung Mona Lisa, Leonardo da Vinci, bisa.

Apakah semua perubahan besar ini dapat dicegah seperti yang dilakukan Kaisar Vespasianus atau Ratu Elizabeth I yang menolak penemuan baru agar rakyatnya tetap punya pekerjaan? Benar kekuatan politik lah yang dapat mencegah atau setidaknya menunda laju sejarah teknologi, misalnya dengan alasan etika dan dogma, kloning terhadap manusia sudah dihentikan.

Tapi sampai kapan itu bisa dilakukan? Manusia adalah tempatnya kilap. Apakah masa depan akan sabar atas kesalahan berulang-ulang, pembunuhan pasif, kelemahan otot dan durasi bertele-tele yang dilakukan oleh para pekerja manusia. Jika hal itu harus terjadi, mulailah dengan memecat pejabat dan pegawai-pegawai korup pemalas yang hobi bermain Solitaire.

Bicara politik, politisi tidak akan bebas dari ancaman pemecatan. Tidak bisa lagi sembarang orang terjun ke cawan suci politik hanya dengan mengandalkan formulir dari partai politik dan bersungut tak tentu arah, ketika masyarakat demokrasi yang sudah sangat lelah menuntut hasil akurat dan bersih.

Cortana yang diciptakan Microsoft, Google Now dan Siri milik Apple sudah mengembangkan big data yang mampu bertindak sebagai juru ramal paling akurat keunggulan manusia. 

Dengan menekan tombol- tombol digital dalam satu periode pemilu -atau katakanlah dalam satu putaran regenerasi pemimpin atau anggota parlemen- hanya perlu beberapa detik, sampai kita mengucapkan selamat datang kepada presiden dan anggota parlemen terhebat yang baru. Mungkin pejabat di masa depan hanyalah simbol, cukup satu dua orang sebagai tanda kita masih punya negara.

Akan tiba suatu masa, ketika manusia-manusia biasa yang tidak memiliki cukup uang untuk membeli dan mengakses teknologi super masa depan, dikurung ke dalam kapsul waktu yang bergerak mundur.

Lalu segelintir elit dunia akan mentransformasikan diri dan keturunan mereka menjadi manusia-manusia dewa yang tetap hidup dan muda selamanya melalui teknologi robot perang ukuran nano yang mampu memburu semua bibit penyakit di pembuluh darah mereka. 

Untuk kemudian aman damai di surga yang dilayani para bidadari dan malaikat digital. Inikah pintu-pintu kiamat versi teknologi, atau segera disusul kiamat lain versi kitab suci? ~MNT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun