Ilmuan-ilmuan Muslim umumnya berciri filsafat Aristoteles, sehingga begitu banyak buku Aristoteles yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Arab. Dapat disimpulkan, bahwa filsafat Aristoteles dilahirkan kembali di tanah Arab, filsafat Neoplatonik (gabungan antara Plato dan Aristoteles) lahir di Eropa dan filsafat Plato hidup di sebelah timur.
Kita langsung kaitkan dengan tanah Melayu. Sejarah Melayu sesuai kroniknya muncul pada abad ke 13 (bisa juga dimulai pada abad ke 12, Kerajaan Bentan, 1160). Namun hubungannya dengan Alexander adalah adanya Prasasti Bukit Siguntang atau kontrak politik pada 1294, antara Demang Lebar Daun sebagai pribumi di Palembang dengan Sang Sapurba yang disebutkan dalam Hikayat Melayu adalah keturunan Alexander.
Abad ke 13 berisi tahun -tahun penting di antaranya Magna Carta (1215) yang melucuti sebagian kekuasaan mutlak Raja John di Inggris. Sementara Demang Lebar Daun sudah melucutinya di awal dengan adanya prasyarat kepada Sang Sapurba. Seperti menembus lorong waktu -kembali 16 abad sebelum itu- Sang Sapurba adalah Alexander dan Demang Lebar Daun adalah Aristoteles.
Demang Lebar Daun dapat dikatakan sebagai seorang filsuf. Dia melahirkan Filsafat Melayu yang mampu mengikat secara moral dan memprediksi adanya kecenderungan hegemonik para penguasa.
Pada abad ke 13, Kekaisaran Mongolia juga didirikan oleh Jenghis Khan pada tahun 1206 untuk selanjutnya melakukan penaklukan kejam di Baghdad pada 1258 di bawah pimpinan cucunya, Hulagu Khan. Baghdad, yang berada di bawah Kekhalifahan Abbasiyah  dihancurkan, dan seluruh perpustakaan serta buku dibakar hingga menghitamkan sungai Tigris. Para sarjana dibunuh bersama ratusan ribu warga lainnya. Runtuh pula warisan keagungan para filsuf dan ilmuan Islam.
Malang bagi Melayu, kerajaan ini lahir (dimulai Kerajaan Singapura, 1294) setelah keruntuhan kejayaan Islam di Baghdad. Yang berarti tidak terjadi transformasi ilmu dan  filsafat secara masif. Hampir tidak ada buku-buku yang bisa didatangkan hingga abad ke 19, ditambah aura feodalisme dan geopolitik khas Alexander kontraproduktif bagi bertumbuhnya ilmu dan filsafat.Â
Padahal secara geostrategik, posisi semenanjung Melayu dan Nusantara umumnya, sangat diuntungkan karena diapit oleh filsafat Barat melalui Islam dan filsafat Timur dari India Utara (Sidharta Gautama) serta Tiongkok (Konfusius).
Hingga ada alasan kuat saat memasuki zaman Renaisans, ketika buku-buku diburu dan penyelidikan ilmu berkobar di penjuru Eropa, kita masih sibuk mengasapi keris dengan kemenyan. ~MNT