Metafisika adalah pisau bedah filsuf untuk menuntaskan tugas-tugas filsafatnya. Memang agak terlalu menyepelekan kerumitan metafisis tersebut bila menggunakan pisau bedah ini untuk sembarang awam, namun metodologinya bisa ditarik ke ruang publik agar kita tidak sembrono dalam melihat fenomena.
Definisi metafisika menurut The Stanford Encyclopedia of Philosophy adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan proses analitis atas hakikat fundamental mengenai keberadaan dan realitas yang menyertainya.Â
Secara umum topik analisis metafisika meliputi pembahasan mengenai eksistensi, keberadaan aktual dan karakteristik yang menyertai, ruang dan waktu, relasi antarkeberadaan seperti pembahasan mengenai kausalitas, posibilitas, dan pembahasan metafisis lainnya.
Di era post-modernis nan milenial serba ilmu macam sekarang, ketika semua fenomena jagat raya bisa dipantau di layar gawai masing-masing, metode metafisika dapat kita adaptasi guna mencegah ketergesa-gesaan yang tanpa melewati sedikitpun pemeriksaan. Metafisika mampu melakukan hal-hal yang tidak disanggupi dijangkau atau malah ditepis oleh ilmu pengetahuan.
Fenomena ruang maya kita di tahun politik ini ibarat dua bidang besar ruang gema (echo chamber) yang diametral. Masing-masing penghuni dalam ruang itu memiliki kertarikan dan minat yang sama atas rasa senasib sepenanggungan dalam politik 2019. Siapa kita ini, ilmuan tidak, filsuf apalagi? Maka yang muncul hanyalah kebisingan yang disponsori oleh politik kotor.
Satu ketukan bunyi -misalnya status pada facebook atau cuitan twitter- berita penganiayaan Ratna Sarumpaet dengan sangat cepat menelusup di antara dua ruang gema untuk memperbanyak diri dan bersahut-sahutan dalam bilangan detik. Hampir tidak ada berita sensasional yang melalui proses pengendapan perenungan yang menyentuh metodologi metafisika.
Lalu ketika Ratna membuat pengakuan dosa, ruang gema makin sembrono membangun premis-premis permukaan, centang prenang dan sangat tendensius berdasarkan kemana arah politik mereka kelak.
Ratna seperti membuka kotak pandora, di mana semua keburukan melompat dari kotak itu untuk menjangkiti orang-orang. Ketika dua kubu dihadirkan di layar kaca untuk berdialog, tidak ditemukan sintesis kecuali cerita-cerita ringan yang dibatasi durasi.
Ruang gema yang kekanak-kanakan di sosial media hanya dapat diendapkan dengan cara filsafat metafisika. Hal ini bertujuan untuk menyentuh hakikat realitas terdalam (ultimate reality). Kita harus mulai rajin memeriksa diri dan fenomena di luar kita agar ruang maya tidak menjadi tong sampah, atau kita sudah mulai menjadi sampah itu sendiri. Seperti kata Sokrates, kehidupan yang tidak terperiksa bukanlah kehidupan yang berharga. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H