Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Metafisika dan Kotak Pandora Ratna

6 Oktober 2018   13:18 Diperbarui: 21 Oktober 2018   10:14 1831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Metafisika adalah pisau bedah filsuf untuk menuntaskan tugas-tugas filsafatnya. Memang agak terlalu menyepelekan kerumitan metafisis tersebut bila menggunakan pisau bedah ini untuk sembarang awam, namun metodologinya bisa ditarik ke ruang publik agar kita tidak sembrono dalam melihat fenomena.

Definisi metafisika menurut The Stanford Encyclopedia of Philosophy adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan proses analitis atas hakikat fundamental mengenai keberadaan dan realitas yang menyertainya. 

Secara umum topik analisis metafisika meliputi pembahasan mengenai eksistensi, keberadaan aktual dan karakteristik yang menyertai, ruang dan waktu, relasi antarkeberadaan seperti pembahasan mengenai kausalitas, posibilitas, dan pembahasan metafisis lainnya.

Di era post-modernis nan milenial serba ilmu macam sekarang, ketika semua fenomena jagat raya bisa dipantau di layar gawai masing-masing, metode metafisika dapat kita adaptasi guna mencegah ketergesa-gesaan yang tanpa melewati sedikitpun pemeriksaan. Metafisika mampu melakukan hal-hal yang tidak disanggupi dijangkau atau malah ditepis oleh ilmu pengetahuan.

Fenomena ruang maya kita di tahun politik ini ibarat dua bidang besar ruang gema (echo chamber) yang diametral. Masing-masing penghuni dalam ruang itu memiliki kertarikan dan minat yang sama atas rasa senasib sepenanggungan dalam politik 2019. Siapa kita ini, ilmuan tidak, filsuf apalagi? Maka yang muncul hanyalah kebisingan yang disponsori oleh politik kotor.

Satu ketukan bunyi -misalnya status pada facebook atau cuitan twitter- berita penganiayaan Ratna Sarumpaet dengan sangat cepat menelusup di antara dua ruang gema untuk memperbanyak diri dan bersahut-sahutan dalam bilangan detik. Hampir tidak ada berita sensasional yang melalui proses pengendapan perenungan yang menyentuh metodologi metafisika.

Lalu ketika Ratna membuat pengakuan dosa, ruang gema makin sembrono membangun premis-premis permukaan, centang prenang dan sangat tendensius berdasarkan kemana arah politik mereka kelak.

Ratna seperti membuka kotak pandora, di mana semua keburukan melompat dari kotak itu untuk menjangkiti orang-orang. Ketika dua kubu dihadirkan di layar kaca untuk berdialog, tidak ditemukan sintesis kecuali cerita-cerita ringan yang dibatasi durasi.

Ruang gema yang kekanak-kanakan di sosial media hanya dapat diendapkan dengan cara filsafat metafisika. Hal ini bertujuan untuk menyentuh hakikat realitas terdalam (ultimate reality). Kita harus mulai rajin memeriksa diri dan fenomena di luar kita agar ruang maya tidak menjadi tong sampah, atau kita sudah mulai menjadi sampah itu sendiri. Seperti kata Sokrates, kehidupan yang tidak terperiksa bukanlah kehidupan yang berharga. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun