Mereka berencana mengebom Metropole Hotel dan mengarahkan tudingan kepada Ayas, seorang mahasiswa Indonesia didikan Timur Tengah. Dengan tujuan untuk memperburuk hubungan Rusia dengan dunia Islam.
Novel begenre detektif romantika ini juga memuat sejarah filsafat yang dijelaskan secara bertutur. Sekilas tampak mengadopsi novel filsafat berbahasa Norwegia Sofie's Verden atau Dunia Sophie karya Jostein Gaarder, namun cara El Shirazy dalam menyampaikannya terkesan agak kaku dengan beberapa diksi yang menyerupai buku teks akademis. Terlihat pada frasa "seperti yang disebutkan di atas" misalnya, dan beberapa kekakuan lainnya pada penyampaian yang tidak serupa tutur dialog.
Bila Jostein Gaarder lebih holistik, El Shirazy lebih fokus kepada sejarah filsafat atheisme termasuk marxisme. Dilengkapi dengan jejak berdarah komunisme di bawah Lenin dan Stalin serta zionisme Israel.
El Shirazy menyusun daftar panjang nama-nama tempat terkenal di Moskwa, deretan menu makanan, dan istilah-istilah populer dalam bahasa Rusia, untuk kemudian ditaburi di sekujur tubuh novel ini.
Nama-nama makanan khas Rusia itu memaksa sesi adegan makan menjadi begitu banyak, menyerupai novel Bordeaux Tiga karya W Mahdayani, yang memang seorang penikmat perjalanan dan kuliner dunia.
El Shirazy juga memaksakan pengulangan diksi yang terlalu sering untuk menegaskan karakter tokoh cerita, seorang pengemudi taksi yang culas sebagai: lelaki berhidung bengkok ke kiri, seolah-olah frasa tersebut begitu penting. Terdapat di lembar-lembar awal novel ini yang membuat saya hampir tidak melanjutkan Bumi Cinta pada menit ke lima.
Pilihan frasa impolite yang melontar dari mulut Ayas saat membalas makian Linor dan pasangan mesumnya Sergei, terkesan anomalis untuk ukuran dirinya sebagai pria religi. Kata-kata bernada kasar itu juga terulang ketika Ayas membantah Viktor Murasov seorang atheis pemuja ilmu pengetahuan dan pengikut Nietzshe, dalam seminar bertajuk Tuhan Bagi Manusia di Era Modern, di auditorium Universitas Kedokteran MGU.
Novel ini telah memberi inspirasi yang kuat untuk memperkukuh keimanan. Tentang hubungan Ayas dengan si jelita intelek, Anastasia Palazzo tidak berakhir gembira, karena masing-masing rigid mempertahankan doktrin akidah, secara, Anastasia seorang Katolik yang taat.
Novel ini disudahi dengan trik serba kebetulan, serta memosisikan alur yang tidak mudah ditebak: Ayas akhirnya jatuh cinta pada Linor, wanita pendosa yang sudah menzaliminya.
Mestinya Ayas menikah dengan Anastasia, demi memenuhi ayat: lelaki yang baik hanya untuk perempuan yang baik. Jika Linor dan Yelena yang cara hidupnya gelap dengan mudah menjadi mualaf, Anastasia yang terkagum-kagum dengan cara Ayas menjelaskan tentang teologi Islam, akan paling mungkin mengikuti keyakinan Ayas. Tapi sebuah novel yang baik selalu punya cara untuk menjelaskan dramatisasi yang melompati penalaran awam seperti ini.
El Shirazy bisa beralibi, karena Linor yang bernama asli Sofia Abdul Aziz itu adalah keturunan Palestina yang berhasil diselamatkan ketika bayi oleh perempuan Yahudi dalam serangan Israel di Beirut Barat. Linor sudah bertobat dan ia dianggap sudah suci seperti bayi yang baru dilahirkan, maka Ayas sepadan untuknya. ***