Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Kubisme Menolak Tunduk pada Realitas Semesta

28 Juli 2018   11:23 Diperbarui: 25 Agustus 2018   19:57 2579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Picasso lahir di Malaga, Spanyol 25 Oktober 1881. Ia adalah sebaris seniman yang terpengaruh oleh kehidupan sosial pada masa sulit dan peperangan. Hal yang kemudian terefleksi kepada obyek dan komposisi lukisan Kubisme.

Obyek yang merepresentasikan kegelisahan dan penuh simbolis banyak diungkapkan para seniman sebelum perang. Suasana kekacauan sosial dan ketatanegaraan juga tidak lepas dari perhatian. Ketidaksetujuan terhadap kekejaman dan kekerasan perang muncul pula ke permukaan kanvas sebagai tema pilihan.

Picasso seorang melankolis, berkepribadian kuat, egois dan hidupnya sangat bebas tercermin dari karya-karyanya yang kontroversial dan sangat ekspresif, beda dari yang pernah ada sebelumnya.

Di sisi lain, kemelankolisan Picasso terungkap dari sifatnya yang sangat sensitif serta rinci dalam menilai suatu kenyataan hidup. Ia sanggup membuat kenyataan hidup itu sebagai sumber inspirasi karyanya.

Misalnya, lukisan Mesra Cinta (periode biru) yang bersuasana muram dan pesimis, mencerminkan masa-masa sulit Picasso di tengah situasi yang kompetitif. Lukisan Guernica yang menjadi pusat mata di Museum Reina Sofia (Madrid) adalah goresan tangan dari hasil ingatannya pada tragedi berdarah awal tahun 1930-an.

Picasso seolah menegur kepada kita yang terlalu memuja eksistensi. Bahwa fakta yang terlihat dari fenomena optik yang tertangkap oleh lensa mata kita hanyalah fakta kanvas alam semesta. Tidak mutlak sebagai esensi atau kebenaran.

Seperti dipercaya Platonis, bahwa yang terlihat di alam semesta hanyalah bayangan dari idea. Terungkap oleh Mitos Gua dalam Republic (Plato) bahwa objek yang terlihat di dunia adalah pantulan bayangan idea belaka.

Untuk kembali mengingatkan kita bahwa di balik teks ada konteks, di balik fakta ada ketersembunyian. Di balik bayangan ada objek di depan cermin, di balik negara fakta (distopia) ada negara filosofis (utopia).

Dunia ini terlalu luas untuk sekadar berkutat pada ilusi optik dari sepenggal fakta yang kita terima itu ke itu saja. Guna memecah kebekuan dan kebuntuan konservatif, ada baiknya kita membongkar cara berpikir kita seperti cara kubisme: pada awalnya obyek diuraikan atau dianalisis, kemudian menuju proses abstraksi lalu ditarik pada suatu sintesa.

Bahkan obyek dikumpulkan pada suatu tempat, dan bertumpuk, saling menumpang, dan terkadang bertransparansi, menuju kepada realitas baru. Mengapa takut untuk membuat tikungan tajam dari jalur biasa? Bukankah Kubisme Picasso sudah dibayar mahal untuk itu. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun