Ia pun menggambarkan bahwa kebahagiaan berstatuskan eudaimonia, yang berarti hidup dengan baik, hidup penuh keseimbangan dan tidak berlebihan.
Aristoteles memandang bahwa kebahagiaan berasal dari idenya tentang kebaikan dan kejahatan.
Kejahatan sendiri bersumber dari sesuatu yang berlebihan, seperti halnya Tuan Krabs yang berlebihan mengejar harta, dan ia merupakan pengungkapan bahwa dirinya tidak dapat mengontrol diri sendiri.
Dalam episode "Dying for Pie", ketika Spongebob memakan bom pie pemberian Squidward yang culas, dan ia tahu konon akan meledak di sore hari nanti, alih-alih mengecam Squidward, ia berkata, "Bila aku mati, meledak berkeping-keping karena kecerobohan seorang teman, baiklah tak apa-apa".
Menurut penulisnya Joseph J. Foy, Spongebob dalam episode itu, merasakan bahwa hidupnya telah lengkap dan penuh berkecukupan. Ia tidak membutuhkan sesuatu apapun untuk bahagia, dan kebahagiaan yang ia miliki tidak membutuhkan suatu alasan.
Hasbi menyebut, Spongebob tergambarkan jelas dalam konsep utama sufisme yang diusung oleh Al-Ghazali. Self-Mastering, sebagai jalan menuju kebahagiaan abadi: pengetahuan Tuhan dan pengetahuan diri.
Maka Sponge dari sisi ini adalah seorang dengan derajat mulia meskipun ia absurd dan konyol.
Ia sangat berbeda dengan tokoh-tokoh lainnya dari kacamata filsafat dan siapa tokoh di baliknya (saya terinspirasi dari tulisan status Sukma Cintami dalam Forum Diskusi Sains dan Filsafat).
Spongebob memiliki karakter yang berpedoman pada filsafat Absurdisme. Ia berontak melawan absurditas dan mengelola setiap keanehan dalam hidupnya dengan cara menikmatinya seperti Albert Camus.
Spongebob pernah disulap menjadi lebih tampan dengan rambut rapi dan wajah yang bulat serta tubuh yang tidak dipenuhi banyak lubang, tapi ia memilih sediakala, sebagai apa adanya.
Lalu Squidward si gurita  anti sosial, kutu buku dan sinistis, adalah karakter yang menderita krisis Eksistensial akut juga Nihilisme.