Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Inilah Retorika Paling Ndeso di Dunia!

13 Juli 2017   12:24 Diperbarui: 13 Januari 2019   20:27 2243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Retorika tidak lagi bertengger di punggung sejarah karena - terutama - Romawi menganggapnya sebagai kesenian zaman ndeso. Seribu tahun setelahnya, ketika Eropa memasuki fase Renaisans, mereka kembali kepada risalah - risalah Yunani kuno yang sudah terlebih dahulu diterjemahkan oleh ilmuan Timur Tengah, berabad lebih awal.  

Ilmu retorika modern terus dikembangkan. Dalam tataran praktis ia selalu difungsikan sebagai alat propaganda dan agitasi, dan dalam bidang akademis ia diletakkan sebagai salah satu disiplin ilmu yang terpencil. Istilah retorika digeser menjadi Speech Communication atau Public Speaking.

Begitu dahsyatnya ilmu retorika sebagai cara ampuh untuk mengubah dunia, dan menggerakkan ribuan bahkan jutaan orang. Seorang kopral kecil sudah membuktikan ini. Veteran Perang Dunia itu tiba - tiba mencuat di antara kerumunan tidak penting lalu menjadi Kaisar Jerman. Dia adalah Hitler, diakuinya sendiri dalam Mein Kampf, ia menggerakkan jutaan orang lewat sihir - sihir retorika.

Retorika yang disebarkan seorang sarjana teknik bernama Sukarno, mampu menyadarkan jutaan orang mengenai pentingnya menjadi bangsa merdeka membangun dan semangat nasionalisme. Berkat retorika, ia kemudian menjadi Bapak Proklamasi dan Presiden Indonesia Pertama. Demikian pula sejumlah pidato yang mampu mengunggah jutaan pasang mata dari praktisi retorika dunia seperti Martin Luther King, Winston Churchill dan Jawaharlal Nehru.

Tapi retorika yang pada zaman ndeso begitu tinggi harkatnya, kini dicibir akibat ulah para tuan dan puan yang memperalat retorika seperti kaum Shopis. Sebagai ajaran yang membentuk logika berdasarkan kepentingan pragmatis, persuasif, janji -janji politis dan yang entah kapan menjadi nyata. Seperti seseorang yang menjanjikan jembatan di tempat yang tidak ada lembah dan sungai, untuk meniupkan angin surga kepada kerumunan yang ingin sekali melihat sebuah jembatan. ~ MNT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun