Dengan berkembang pesatnya aktivitas ekonomi, muncul pula surat perintah untuk membayar (payment order). Dari sini berkembang apa yang sekarang dikenal sebagai cheque dan Bank Note. Mulanya ia memiliki nilai setara emas dan perak namun kini hanyalah secarik kertas yang bisa mewakili setumpuk emas, meski emasnya hanya ada di alam ilusi.
Sistem perbankan semakin lengkap ketika berlakunya nilai minimal persyaratan cadangan wajib (fractional reserve requirement) dan puncaknya, mereka menerima berlakunya sistem bunga (interest) yang sudah dilarang oleh semua agama samawi.
Ketika bank menciptakan uang melalui penggandaan deposit atau setoran nasabah, maka nilai suplai uang terus meningkat. Dengan kata lain, di sektor moneter terdapat penambahan jumlah uang beredar yang jauh meninggalkan sektor riil (benda dan jasa yang bisa dibeli dengan uang ilusi). Hal ini semakin mencengkam perekonomian dunia karena uang terus menggandakan diri seperti mikroba oleh pemberlakuan sistem bunga berikut denda dan macam - macam itu.
Inilah sejarah kealfaan umat manusia yang terhuyung-huyung dan tak mampu mengendalikan diri. Makin terlihat naif ketika kita menyaksikan kenyataan nilai tukar untuk satu Dolar Amerika atau Euro harus ditebus dengan belasan ribu rupiah sejak Indonesia dilanda krisis moneter, sedangkan nenek moyang dari uang apapun sudah pasti sama, yakni emas dan perak atau apa saja yang setara dan nyata.
Perhatikan pula Zimbabwe. Mata uang negara ketiga ini rusak parah sejak dilanda ultra inflasi 2009 lalu. Pada masa itu nilai tukar 1 USD Amerika sama dengan 35 kuardilium (35.000 triliun) Dolar Zimbabwe. Untuk membayar ongkos bis kota, mereka harus menyiapkan 100 triliun. Banyak contoh lain, seperti Jerman yang bangkrut pada tahun 1923, mereka harus membawa uang satu koper hanya untuk membeli sepotong roti.
Ekonomi kapitalis yang dimotori riba sebagai dasarnya menciptakan pertumbuhan semu dan tinggal menunggu waktu kapan meledak, berantakan lalu menyisakan penderitaan panjang bagi manusia. Â Namun dasar manusia tempatnya lupa, peringatan yang sudah beradab-abad itu mereka lupakan. Lihat: Al Quran (2:275), Taurat (Exodus 22:25) dan Injil (Leviticus 25:36).
Krisis moneter 1997 adalah bukti pahit dari sistem keuangan yang memakai sistem kapitalisme. Recovery atas krisis tersebut dengan menggunakan cara pandang kapitalisme global (intervensi pemerintah untuk menyelamatkan bank – bank collapse) bahkan lebih pahit lagi karena ratusan triliun bahkan dibawa lari oleh penjahat BLBI. Indonesia hampir bangkut jika tidak diselamatkan oleh utang.
Sedangkan utang oleh konspirasi global sengaja diciptakan untuk menghancurkan negeri dengan kekayaan melimpah bagai Indonesia. Mengutip Publilius Syrus, pengarang roman, utang telah menjadikan manusia dari seorang merdeka sebagai budak. Debt is the slavery of the free. Tidak terkecuali, menjadi budak IMF , Bank Dunia dan lembaga donor lainnya. Ketika krisis menyapu kawasan Asia Tenggara, mantan Presiden Soeharto terpaksa membungkuk di hadapan Mitchel Camdessus. Soeharto, Sang Jenderal Besar yang lebih dari 30 tahun berjaya, tiba-tiba tertunduk di hadapan komprador asing dan dipaksa untuk menandatangani Letter of Intents (LoI) yang menjerat.
****
Setiap kemajuan yang dicapai oleh sistem ekonomi kapitalis, seperti ditegaskan sendiri oleh ekonom, Joseph A Schumpeter, tak berarti selain kerusuhan dan huru - hara (turmoil). Pembangunan yang tercipta ibarat balon yang terus dipompa.
Selain ilusi uang yang sudah memenuhi permukaan bumi, kemudian diikuti pula oleh Dolar Amerika Serikat (AS) yang diilusikan sebagai hard currency.Hal ini dengan kesuksesan penuh dikampanyekan oleh para penguasa di Amerika melalui The Federal Reserve. Bagai Cenayang yang kalimat – kalimatnya berkekuatan magis, mereka menghipnotis penduduk bumi bahwa Dolar AS punya nilai sebaik dan berharga layaknya emas (as good as gold). Mereka hanya mengatakan dan orang – orang pun percaya. Itulah hebatnya Tuan Amerika.