Sekelompok hewan melakukan pergerakan periodik besar-besaran ke habitat asal untuk menyambung tali silaturahim. Naluri keibuan seekor induk kura-kura memaksanya kembali ke tanah kelahiran dan memulai kehidupan bahagia dengan sanak keluarga. Kura-kura hijau yang sedang hamil ini bahkan sanggup berenang ribuan kilometer dari rumah kontrakannya di Brasil menelusuri lautan Atlantik Selatan ke kampung halamannya, pulau Ascension.
Setelah matang di perantauan, Salmon dewasa pula akan kembali ke zona di mana ari-arinya ditanam untuk kemudian membina rumah tangga. Para salmon melakukan migrasi akbar mengarungi medan sulit, sungai berarus deras dengan jarak tempuh sejauh 1.400 kilometer dan mendaki setinggi 2.100 meter dari lautan demi memenuhi panggilan mudik.
Tidak semua hewan memutuskan pulang kampung karena alasan homesick, namun juga atas dalih mencari pasangan hidup, sumber penghidupan baru dan tempat berteduh yang layak untuk membesarkan anak-anak. Mereka berekspedisi dalam rentang hanya beberapa inci dari rumah hingga mencapai puluhan ribu kilometer.
Kupu – kupu Monarch, burung Flamingo, Penguin Kaisar, banteng Wildebeest dan Bangau Whooping adalah di antara kawanan hewan di dunia yang melakukan migrasi akbar secara menakjubkan. Menakjubkan karena pergerakan mereka tidak saja panoramik, tapi lebih dari itu harmoni yang tercipta dengan alam dan bebas nilai membuat proses perjalanan itu meskipun jutaan banyaknya tidak menimbulkan kekacauan seperti manusia.
Tidak seperti hewan yang bebas nilai, manusia bertabur nilai – nilai untuk menciptakan persepsi sosial. Oleh karenanya ongkos mudik manusia relatif mahal, berbeda tentunya dengan burung Humming berleher rubi yang hanya butuh dua gram lemak untuk mudik dari memakan serangga dan menghisap getah pohon. Dengan ongkos dua gram lemak itu, burung Humming akan terbang tanpa henti sejauh ratusan kilometer dari Amerika Utara melintasi Teluk Meksiko.
Tanpa kecelakaan lalu lintas, pengaturan trafik yang rumit – rumit dan biaya akomodasi yang mahal, Paus Punggung Bungkuk atau Humpback Whale telah mempertahankan rekor sebagai hewan yang berkelana dalam jarak terjauh di dunia. Beberapa kawanan paus berbobot 36.000 kilogram terlebih dahulu menghabiskan waktunya mengkonsumsi berton - ton makanan di Semenanjung Arktik.
Saat musim dingin, mereka akan berenang sejauh 8.046 kilometer menuju tempat berkembang biak di dekat Kolombia dan di wilayah garis Ekuator. Dalam urusan mudik, hewan menciptakan harmoni mencengangkan, sedang manusia mendatangkan chaos yang memeningkan kepala.
****
Salah satu fenomena perpindahan penduduk terbesar di dunia dalam kurun waktu satu hingga dua pekan adalah mudik lebaran di Indonesia. Tahun ini jumlah pemudik mencapai 17,6 juta orang dengan total isi kantong yang dibawa untuk berhari raya sebesar Rp 160 triliun.
Dalam catatan prediksi yang diekspos media massa, pada 2016 sebanyak 2,4 juta pemudik menggunakan mobil pribadi sementara 5,6 juta lainnya memakai sepeda motor. Kenderaan – kenderaan tersebut tentunya menghabiskan puluhan juta liter BBM sekaligus memancarkan puluhan ton polutan. Sebagaimana biasanya, beberapa orang kemudian meninggal dan bergelimpangan di jalan-jalan.
Budaya mudik telah membius jutaan orang sebagai ekspresi kerinduan akan tanah tumpah darah. Aristoteles mendefinisikan manusia sebagai zoon politicon, makhluk yang selalu ingin berkumpul dengan sesamanya. Mudik sejatinya adalah lelaku primordial yang suci dan berdimensi dogmatis. Namun pemaksaan atas nilai-nilai yang diciptakan oleh ego manusia, ditambah oleh penanganan yang tidak pernah tuntas atas ekses sosial yang ditimbulkan, menyebabkan proses mudik selalu menjadi probematika horor.
Mudik tidak hanya memenuhi panggilan fitrah purbawi, tapi kemudian juga dielaborasi dengan pemenuhan hasrat untuk kebutuhan prestise yang menurut W.W. Rostow sebagai kebutuhan tingkat lanjut manusia modern. Akibatnya ratusan triliun yang diangkut dari kota ke desa terhambur begitu saja demi orang kota tampak mengkilap di mata karib sekampung.
Orang – orang dari kota yang mengkilap itu membuat penduduk kampung yang biasa duduk mencangkung di kedai kopi jatuh hati dan berangan – angan hijrah ke kota. Desa disangka tak mampu menyajikan jamuan yang cukup untuk helat hedonisme yang telah bertahun - tahun mereka khayalkan.
Urbanisasi kemudian menjadi persoalan krusial yang menganga di perkotaan. Kota – kota menjadi menggelembung dan siap meledak, sementara desa – desa semakin tampak kisut dan lunglai akibat kehabisan potensi tenaga kerja produktif yang akan menggerakkan roda pembangunan.
****
Fenomena mudik lebih tepat disebut mobilitas penduduk karena sifatnya yang sesaat. Migrasi terjadi jika kemudian para pemudik memfasilitasi sanak saudara dan orang – orang sekampungnya untuk menetap di kota pada arus balik.
Berbeda dengan ikan Salmon yang bermigrasi ke kampung halamannya untuk menetap, para pemudik melakukannya secara temporer karena tidak menemukan alasan yang cukup untuk berlama – lama di kampung.
Kebijakan politik ekonomi nasional yang menempatkan wilayah pedesaan hanya sebagai pemasok tenaga kerja murah, penyedia bahan mentah, dan pasar bagi komoditas olahan menyebabkan desa semakin tidak menarik dan menjadi kubang keterbelakangan. Lompatan absurd negara agraris ke industrialisasi yang diwariskan sejak dulu menyebabkan kepincangan berketerusan antara desa dan kota.
Kota adalah mimpi bagi siapa saja serta perpacuan antar kaum urban yang dapat menegaskan siapa di antara mereka punya prestise paling mengkilap.
Hewan tak punya kebutuhan prestise untuk ditampakkan kepada hewan lainnya. Sehingga kebutuhan akan kampung halaman dan bersenda dengan kerabat terdekat mereka akan dipuaskan selamanya hingga akhir hayat. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H