Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Manusia Harus Belajar Cara Mudik dari Hewan

15 Juli 2016   21:18 Diperbarui: 22 Juni 2017   01:32 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: Brillio.net

Mudik tidak hanya memenuhi panggilan fitrah purbawi, tapi kemudian juga dielaborasi dengan pemenuhan hasrat untuk kebutuhan prestise yang menurut W.W. Rostow sebagai kebutuhan tingkat lanjut manusia modern. Akibatnya ratusan triliun yang diangkut dari kota ke desa terhambur begitu saja demi orang kota tampak mengkilap di mata karib sekampung.

Orang – orang dari kota yang mengkilap itu membuat penduduk kampung yang biasa duduk mencangkung di kedai kopi jatuh hati dan berangan – angan hijrah ke kota. Desa disangka tak mampu menyajikan jamuan yang cukup untuk helat hedonisme yang telah bertahun - tahun mereka khayalkan.

Urbanisasi kemudian menjadi persoalan krusial yang menganga di perkotaan. Kota – kota menjadi menggelembung dan siap meledak, sementara desa – desa semakin tampak kisut dan lunglai akibat kehabisan potensi tenaga kerja produktif yang akan menggerakkan roda pembangunan.

****

Fenomena mudik lebih tepat disebut mobilitas penduduk karena sifatnya yang sesaat. Migrasi terjadi jika kemudian para pemudik memfasilitasi sanak saudara dan orang – orang sekampungnya untuk menetap di kota pada arus balik.

Berbeda dengan ikan Salmon yang bermigrasi ke kampung halamannya untuk menetap, para pemudik melakukannya secara temporer karena tidak menemukan alasan yang cukup untuk berlama – lama di kampung.

Kebijakan politik ekonomi nasional yang menempatkan wilayah pedesaan hanya sebagai pemasok tenaga kerja murah, penyedia bahan mentah, dan pasar bagi komoditas olahan menyebabkan desa semakin tidak menarik dan menjadi kubang keterbelakangan. Lompatan absurd negara agraris ke industrialisasi yang diwariskan sejak dulu menyebabkan kepincangan berketerusan antara desa dan kota.

Kota adalah mimpi bagi siapa saja serta perpacuan antar kaum urban yang dapat menegaskan siapa di antara mereka punya prestise paling mengkilap.

Hewan tak punya kebutuhan prestise untuk ditampakkan kepada hewan lainnya. Sehingga kebutuhan akan kampung halaman dan bersenda dengan kerabat terdekat mereka akan dipuaskan selamanya hingga akhir hayat. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun