Mohon tunggu...
Naufal Shidqi Laras
Naufal Shidqi Laras Mohon Tunggu... Sejarawan - Penulis / Mahasiswa

History Student in Universitas Negeri Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manila Accord dan Mimpi Konfederasi Melayu

3 Agustus 2020   07:38 Diperbarui: 3 Agustus 2020   08:01 1738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Malaysia dan Indonesia itu Negara Serumpun" begitulah apa yang sering dikatakan orang-orang tentang Hubungan Indonesia dan Malaysia. Dalam sejarah Hubungan kedua negara serumpun ditambah Filipina pernah mengadakan suatu konferensi. Tujuannya untuk membuat suatu konfederasi yang terdiri atas negara-negara ras melayu dan menghindari konflik diantara mereka. 

Konferensi itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan yang di inisiasi oleh Presiden Filipina kala itu, Diosdado Macapagal. Pertemuan yang berlangsung sejak 7-11 Juni 1963 di Manila. Pertemuan itu diadakan untuk tingkat Menteri luar negeri.

Dalam pertemuan itu banyak membahas tentang kerjasama dan masalah Borneo Utara. Pada 30 Juli -- 5 Agustus 1963, Konferensi kemudian diadakan di Manila. Dihadiri Presiden Filipina Diasdado Macapagal, Presiden Indonesia Soekarno, dan Perdana Menteri Federasi Malaya Tunku Abdul Rahman Putra.

Koferensi tersebut kemudian dikenal sebagai Maphilindo. Sebenarnya Maphilindo merupakan konfederasi nonpolitik yang diusulkan dalam konferensi itu. Maphilindo sendiri ditujukan sebagai organisasi regional antar bangsa Melayu yang telah terpecah dan kembali bersatu.

Konferensi ini menghasilkan tiga kesepakatan yakni Manila Accord, Manila Declaration, dan Joint Statement dari ketiga negara. Kesepakatan tersebut menjadi perhatian luas ditengah ketegangan antara Indonesia dan Malaysia di tahun 1963.

Konferensi ini juga berusaha mewujudkan mimpi seorang tokoh nasionalis Filipina, Jose Rizal. Dalam novelnya Noli Me Tangere, Ia memiliki mimpi merealisasikan penyatuan bangsa Melayu yang terbagi atas koloni-koloni barat. Hal yang sama juga pernah diusulkan Muhammad Yamin, Pahlawan Nasional dari Indonesia.

Sebagai bukti dalam Manila Accord yang ditandatangani 31 Juli 1963 terdapat pernyataan :

"In the same spirit of common and constructive endeavour, they exchanged views on the proposed Confederation of nations of Malay origin, the proposed Federation of Malaysia, the Philippine claim to North Borneo and related problems."

Dalam Bahasa Indonesia :

"Dalam semangat yang sama dari upaya bersama dan konstruktif, mereka bertukar pandangan tentang usulan Konfederasi negara-negara asli Melayu, usulan Federasi Malaysia, klaim Filipina untuk Kalimantan Utara dan masalah terkait."

Pernyataan tersebut menandakan terdapat usulan pembetukan suatu konfederasi negara-negara. Sebuah langkah bersejarah dalam mewujudkan keterikatan antar bangsa Melayu. Sebelumnya telah terpecah belah akibat kolonisasi bangsa barat. 

Pernyataan itu kemudian ditekankan di bagian The Macapagal Plan yang merupakan rencana presiden Macapagal dalam membentuk suatu kelompok kerjasama antarnegara. Namun, semua rencana tersebut tidak dapat terwujud.

Selain Manila Accord terdapat pula sebuah konsesus bersama yang disepakati bernama Manila Declaration atau Deklarasi Manila. Deklarasi ini berisi pernyataan antara Indonesia, Filipina dan Malaysia. Dalam komitmennya mematuhi prinsip-prinsip kesetaraan hak dan penentuan nasib sendiri yang didasarkan pada piagam PBB, mewujudkan kerjasama diantara tiga negara tersebut, melawan kolonialisme dan imperialisme, menjadikan ketiga negara ini sebagai kekuatan baru, serta mendirikan Maphilindo.

Kemudian dalam Jurnal yang ditulis Sutamat Arybowo berjudul Kebijakaan Pembangunan "Sijori" dan Dampaknya dalam Kebudayaan, tertulis "Para presiden dari ketiga negara tersebut mengumumkan Deklarasi Manila yang menggabungkan negara mereka ke dalam Maphilindo."

Meski begitu, pertemuan tiga kepala pemerintahan dan kesepakatan itu menjadi pertemuan terakhir antara Indonesia dan Malaysia. Yang selajutnya meletus konflik antar kedua negara, dikenal sebagai Konfrontasi.

"Dalam pidato penutupan, Presiden Filipina Macapagal mengajak hadirin untuk mengenang kembali mimpi para nasionalis Filipina mulai Jose Rizal, Presiden Manuel Quezon, Wenceslao Vinzons, sampai Presiden Elpidio Quirino untuk menyatukan bangsa Melayu," tulisnya dalam jurnal itu.

Dalam Sebelum Prahara: Pergolakan Politik Indonesia 1961-1965, wartawan senior Rosihan Anwar dalam juga mencatat, Menlu Soebandrio memimpin delegasi Indonesia untuk mengikuti Konferensi tingkat Menlu di Manila yang dimulai 7 Juni 1963. Pada tanggal 12 Juni pers menyiarkan beberapa sudut runcing masih harus diratakan antara delegasi Indonesia, Filipina dan Malaya di Manila untuk membulatkan pendirian mereka.

"Pada asasnya usul delegasi Filipina dapat disetujui usul itu ialah untuk membentuk sebuah konfederasi dari ketiga rumpun melayu. Indonesia dan Malaya sebenarnya lebih menyukai apabila kerja sama antara ketiga negara itu pada taraf sekarang ini tidak berbentuk federasi. Tetapi pikiran membentuk apa yang dinamakan Maphilindo telah diajukan dan ditanggapi dengan baik oleh pihak bersangkutan. Menurut "Antara", kalangan yang mengetahui mengatakan, mungkin sebuah badan musyawarah akan dibentuk untuk membina kerjasama antara ketiga negara," tulis Rosihan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun