ABSTRACT
Water needs must be balanced with available water resources. The population of Bogor City is increasing every year, causing the need for drinking water to increase. Currently, the Bogor City Government only uses the Cisadane River as a source of drinking water, even though Bogor City has two rivers, namely the Cisadane River and the Ciliwung River. Therefore, the Ciliwung River could be a solution to this problem.Â
Water flow and rainfall affect water availability. Pearson type 3 log distribution is used to predict water flow and rainfall, and linear regression analysis of the relationship between water flow as the dependent variable with rainfall as X1 and water level as X2 is the independent variable.Â
Results of the Pearson Type 3 log distribution for each each return period of 2, 5, 10, 25, and 50 years shows an increase in water flow and rainfall. The average increase in water discharge in each repeated cycle is 1.6 m3 / S and the average increase in rainfall in each repeated cycle is 89.25 mm. Water flow is partly influenced by water level and rainfall by 97.7%. Water level and rainfall cannot be ignored because = 0.000 <= 0.05 with the regression model =-3.01 + 0.002X1+ 0.202X2.
Keywords: Rainfall, regression analysis, water discharge, water level.
Â
ABSTRAK
Kebutuhan air harus diimbangi dengan sumber daya air yang tersedia . Jumlah penduduk Kota Bogor yang semakin meningkat setiap tahunnya menyebabkan kebutuhan terhadap air minum semakin meningkat . Saat ini Pemerintah Kota Bogor hanya memanfaatkan Sungai Cisadane sebagai sumber air minum padahal Kota Bogor memiliki dua sungai yaitu Sungai Cisadane dan Sungai Ciliwung . Oleh karena itu, Sungai Ciliwung bisa menjadi solusi permasalahan tersebut .Â
Aliran air dan curah hujan mempengaruhi ketersediaan air . Log distribusi Pearson tipe 3 digunakan untuk memprediksi aliran air dan curah hujan , dan analisis regresi linier hubungan antara aliran air sebagai variabel terikat dengan curah hujan sebagai X1 dan tinggi muka air sebagai X2 merupakan variabel Independen .Â
Hasil distribusi log Pearson Tipe 3 untuk masing-masing periode ulang 2 , 5, 10, 25, dan 50 tahun menunjukkan peningkatan aliran air dan curah hujan . Rata -rata peningkatan debit air pada setiap siklus berulang adalah 1,6 m3 / S dan rata -rata peningkatan curah hujan pada setiap siklus berulang adalah 89,25 mm . Aliran air sebagian dipengaruhi oleh tinggi muka air dan curah hujan sebesar 97,7%. Ketinggian air dan curah hujan tidak dapat diabaikan karena = 0.000 <= 0.05 dengan model regresi =-3.01 + 0.002X1+ 0.202X2.
Kata kunci: Curah hujan, analisis regresi, debit air, ketinggian air.
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
PENDAHULUAN
PDAM Tirta Pakuan merupakan perusahaan daerah yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan air warga Kota Bogor . Berdasarkan laporan produksi dan profil pelanggan tahun 2011 , PDAM Tirta Pakuan melayani 103.841 pelanggan, sekitar 56,18% dari jumlah penduduk Kota Bogor ( PDAM Tirta Pakuan, 2011). Sedangkan target yang ingin dicapai berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah ( RTRW) Kota Bogor periode 2011-2031 adalah 87,71 % ( Bappa , 2011 ) dan target hutan MDG adalah 67 % penduduk Indonesia , dengan jumlah 80 jiwa . . % penduduk perkotaan membutuhkan akses terhadap air bersih ( Bappenas , 2013). Penyebab rendahnya cakupan pemeliharaan PDAM Tirta Pakuan pada tahun 2011 adalah debit mata air Tangkil menurun dari 170 liter / detik menjadi 124 liter /detik , debit mata air Bantarkambing dari 170 liter / detik menjadi 150 liter / detik . Kedua. . dan debit aliran sungai Kotabatu dari 61 liter / detik menjadi 48 liter / detik Selain penurunan produksi , pertumbuhan penduduk dapat menjadi kendala dalam pencapaian target pelayanan PDAM Tirta Pakuan , Tahun 2011. Tahun 2014 jumlah penduduk Kota Bogor sebanyak 1.030.720 jiwa dibandingkan tahun 2013 Jumlah penduduk Kota Bogor analisis prakiraan dan hubungan aliran air dengan curah hujan pada sungai ciliwung kota bogor program penelitian arsitektur lansekap , lulusan sekolah, Institut Bogor . Pertanian Kampus IPB Darmaga Bogor 16680, Indonesia dan Sutrisno AJ, Kaswanto, Arifin HS262014 bertambah 17.701 orang atau meningkat 1,75 % (BPS, 2015). Menurunnya produksi dan bertambahnya jumlah penduduk Kota Bogor membuat PDAM Tirta Pakuan tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Bogor . Penurunan produksi air tidak hanya terjadi di Kota Bogor . Namun hal ini juga terjadi di wilayah lain seperti Kab . Kota Kudus dan Magelang . Bupati. Kudus mengalami penurunan produksi air sebesar 11,204 juta liter dan Kota Magelang mengalami penurunan sebesar 462 juta liter (Muliranti dan Hadi, 2013). Mengingat kondisi ini , keberadaan sumber air alternatif menjadi penting. Kota Bogor memiliki Sungai Ciliwung yang mengalir melalui tengah kota . Namun, itu Sungai Ciliwung tidak dimanfaatkan dengan baik. Dahulu Sungai Ciliwung digunakan untuk irigasi , namun perubahan penggunaan lahan yang begitu cepat telah mengurangi luas lahan pertanian dan Sungai Ciliwung sudah jarang digunakan untuk irigasi . Hal ini dapat menjadi peluang untuk mempertimbangkan Sungai Ciliwung sebagai sumber air alternatif bagi PDAM Tirta Pakuan . Aliran air dan curah hujan merupakan faktor penting yang mempengaruhi produksi air pada sumber air . Oleh karena itu, penting untuk memperkirakan aliran air dalam jangka panjang ( Herrera et al . , 2010) dan perkiraan curah hujan merupakan faktor penting yang mempengaruhi aliran air permukaan . Penelitian yang dilakukan di Sub DAS Lowokwaru menghasilkan peningkatan curah hujan rata-rata sebesar 80,45 mm / hari yang kemudian digunakan untuk mengatasi ketersediaan air bagi warga kota Malang ( Rachmawati , 2010) . Komponen masukan suatu wilayah sungai adalah curah hujan dan komponen keluarannya adalah aliran air , limpasan, erosi, dan lain-lain ( Paimin dkk., 2006). Kondisi iklim seperti curah hujan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap fluktuasi aliran air dibandingkan pengaruh daratan tutupan lahan di daerah aliran sungai (Murdiyarso dan Kurninto, 2007). Nilai R2 Sungai Mamasa sebesar 0,65 membuktikan adanya hubungan antara aliran air dengan curah hujan ( Muchtar A. dan Abdullah N., 2007 ) . Tulisan ini bertujuan untuk memperoleh debit air dan frekuensi curah hujan Sungai Ciliwung di Kota Bogor pada periode ulang 2, 5 , 10 , 25 dan 50 tahun dengan menggunakan distribusi log Pearson tipe 3 dan memperoleh hubungan antara debit air sebagai variabel terikat . pada curah hujan dan ketinggian air sebagai variabel independen . Semoga artikel ini nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pemanfaatan Sungai Ciliwung sebagai sumber air alternatif .
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
METODE PENELITIAN
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini ialah data curah hujan, debit air, dan tinggi muka air pada  tahun  1994 -- 2013.  Data  curah  hujan,  debit  air,  dan  tinggi  muka  air  berasal  dari  laporan  Balai Besar Wilayah  Sungai  (BBWS)  Ciliwung -- Cisadane  tahun  2013.  Berdasarkan  laporan  tersebut  bahwa terdapat empat pencatat hujan otomatis yaitu pos hujan Empang, pos hujan Katulampa, pos hujan Atang Sanjaya, dan stasiun klimatologi Dramaga. Pengukuran debit air dan tinggi muka air Sungai Ciliwung dilakukan di stasiun Katulampa. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan Microsoft Excel, ArcGIS 10.4, SPSS 16 dan Microsoft Word untuk melakukan pengolahan data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Frekuensi
Analisis frekuensi ini menggunakan data debit air dan curah hujan dari laporan BBWS Ciliwung -- Cisadane 2013. Data debit air (Tabel 1) dan curah hujan (Tabel 2) yang digunakan ialah data 1994 -- 2013. Â Kemudian, Data tersebut dianalisis dengan menggunakan distribusi log pearson tipe 3 untuk mendapatkan debit air dan curah hujan rencana pada periode ulang 2, 5, 10, 25, dan 50 tahun. Hasil analisis frekuensi menunjukkan adanya peningkatan debit air dan curah hujan rencana pada periode ulang 2, 5, 10, 25, dan 50 tahun. Debit air rencana dan curah hujan rencana (QT) pada setiap periode ulang (T) di dapat dari nilai Log. QT (Tabel 3). Peningkatan debit air rencana dimulai dari T = 2, dimana debit air rencana sebesar 8.2 m3/d dan terus mengalami peningkatan sampai pada saat T = 50, dimana debit air rencana menjadi 14.6 m3/d (Gambar
2).
Â
Tabel 1 Data rata-rata debit air pertahun 1994 -- 2013.
No.Â
TahunÂ
Rata-rata (m3/d)Â
No.Â
TahunÂ
Rata-rata (m3/d)Â
1
1994
8.1
11
2004
6.8
2
1995
9.7
12
2005
9.4
3
1996
6.3
13
2006
6.6
4
1997
4.8
14
2007
7.3
5
1998
7.2
15
2008
12.4
6
1999
6.5
16
2009
14.2
7
2000
5.9
17
2010
12.6
8
2001
8.6
18
2011
8.1
9
2002
8.2
19
2012
9.1
10
2003
6.6
20
2013
9.3
Sumber: laporan BBWS Ciliwung - Cisadane tahun 2013
Â
   Â
Tabel 2 Data jumlah curah hujan pertahun 1994 -- 2013.
No.Â
TahunÂ
Jumlah (mm)Â
No.Â
TahunÂ
Jumlah (mm)Â
1
1994
2770
11
2004
2928
2
1995
3559
12
2005
3479
3
1996
3556
13
2006
2852
4
1997
2293
14
2007
3384
5
1997
4081
15
2008
3298
6
1999
3827
16
2009
3440
7
2000
3128
17
2010
3936
8
2001
3880
18
2011
3486
9
2002
2939
19
2012
3165
10
2003
2992
20
2013
3339
Sumber: laporan BBWS Ciliwung - Cisadane tahun 2013
Tabel 3 Hasil analisa frekuensi debit air dan curah hujan.
 Â
Debit air Â
                                     T    3/d)Â
        Log. QT           QT (m
Curah hujanÂ
Log. QT Â QT (mm)Â
2
0.9118
8.2
3.515
3272
5
1.0082
10.2
3.520
3313
10
1.0615
11.5
3.536
3432
25
1.1228
13.3
3.554
3580
50
1.1632
14.6
3.560
3629
Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
Gambar 2 Analisis frekuensi debit air rencana.
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa rata-rata peningkatan debit air rencana dari periode ulang 2, 5, 10, 25, dan 50 tahun ialah sebesar 1.6 m3/d. Peningkatan debit air rencana pada setiap periode ulang dapat menjadi peluang untuk pemanfaatan sumber daya air pada Sungai Ciliwung menjadi sumber air baku bagi masyarakat Kota Bogor. Hal yang sama juga terjadi terhadap analisis frekuensi curah hujan rencana, dimana curah hujan rencana mengalami peningkatan pada setiap periode ulang. Peningkatan curah hujan rencana di mulai dari T = 2, dimana curah hujan rencana sebesar 3272 mm dan tidak mengalami penurunan sampai pada saat T = 50, curah hujan rencana menjadi 3629 mm (Gambar 3). Dimana, rata-rata peningkatan curah hujan rencana dari periode ulang 2, 5, 10, 25, dan 50 tahun ialah sebesar 89.25 mm.Â
Peningkatan curah hujan di Kota Bogor dapat disebabkan oleh topografi Kota Bogor yang bervariasi yaitu diantara < 120 mdpl sampai > 400 mdpl. Bahkan daerah lain seperti Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung yang memiliki ketinggian > 300 mdpl juga diprediksi mengalami peningkatan curah hujan berbeda dengan
Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung yang memiliki ketinggian < 150 mdpl justru mengalami penurunan atau cenderung stabil (Manik et al., 2014). Penelitian di Provinsi Bali menunjukkan bahwa terdapat koefisien regresi yang bernilai positif antara pengaruh kenaikan topografi terhadap peningkatan curah hujan (Marpaung, 2010). Topografi memiliki pengaruh 70% terhadap peninggkatan curah hujan semakin tinggi topografi suatu wilayah, maka semakin tinggi juga curah hujan di daerah tersebut (Loo et al., 2015). Sehingga, bisa dikatakan bahwa topografi memiliki efek terhadap peningkatan curah hujan (Suzuki et al., 2004). Terdapat tiga proses bagaimana hubungan antara curah hujan dan topografi. Pertama ialah topografi yang mengakibat pembelokan awan dan membentuk masa lembap dalam arah vertikal, kedua ialah topografi dapat menentukan perubahan sistem tekanan rendah, dan ketiga ialah topografi dapat mengakibatkan terjadinya arus konveksi lokal (Juaeni et al., 2006). Pada penelitian lainnya seperti di Kota Mataram dengan menggunakan metode distribusi log pearson tipe 3, curah hujan dan debit air mengalami peningkatan pada periode ulang 1, 2, 5, 10, 25, 50, 100 dan 200 (Budianto et al., 2015).
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
 Â
Â
Gambar 3 Analisis frekuensi curah hujan rencana.
Uji Kesesuaian Distribusi Frekuens
Hasil uji kesesuaian (goodness of fit) analisa frekuensi curah hujan dengan menggunakan metode
Kolmogorov-smirnov didapatkan Dhitung = 0.0912 < Dcr = 0.29, sementara untuk analisa frekuensi debit air  Dhitung = 0.1481 < Dcr = 0.29. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kesesuaian pada kedua analisa frekuensi tersebut baik dan dapat diterima, dimana frekuensi hasil observasi tidak menyimpang dengan frekuensi harapan dengan tingkat kepercayaan 95%. Pada metode chi-square nilai 2 = 1.8680  < cr2 = 9.3905 untuk analisa frekuensi curah hujan dan untuk analisa frekuensi debit air bahwa 2 = 4.1753  < =
9.3905. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi nilai observasi tidak menyimpang dari frekuensi harapan. Sehingga, kesesuaian pada kedua analisa frekuensi ini baik dan dapat diterima dengan tingkat kepercayaan 95%.Â
Analisis regresi linier
Data rata-rata tinggi muka air (Tabel 4) digunakan sebagai (X2) dalam analisis regresi linier. Data yang digunakan ialah data pada tahun yang sama dengan debit air dan curah hujan.
Â
Â
Â
Tabel 4 Data rata-rata tinggi muka air tahun 1994 -- 2013.
No.Â
TahunÂ
Rata-rata (cm)Â
No.Â
TahunÂ
Rata-rata (cm)Â
1
1994
57.62
11
2004
50.71
2
1995
65.66
12
2005
63.47
3
1996
44.49
13
2006
46.11
4
1997
41.17
14
2007
53.67
5
1998
50.00
15
2008
76.05
6
1999
46.00
16
2009
83.74
7
2000
42.03
17
2010
76.60
8
2001
58.38
18
2011
55.08
9
2002
56.17
19
2012
62.00
10
2003
49.40
20
2013
63.00
Sumber: laporan BBWS Ciliwung -- Cisadane tahun 2013
Â
Nilai R2 yang diterapkan = 0.977 (97.7%) menunjukkan bahwa perubahan debit air pada Sungai Ciliwung dipengaruhi oleh perubahan tinggi muka air dan curah hujan (Gambar 4). Sementara, sisanya (100% - 97.7% = 2.3%) dipengaruhi oleh faktor lain. Estimasi standar kesalahan menentukan ketepatan dari model regresi dalam memprediksi variabel dependen. Nilai estimasi standar kesalahan pada model ini sebesar 0.36299, sehingga dapat dikatakan model regresi ini tepat untuk memprediksi debit air (Tabel 5).
Tabel 5 Ringkasan modelb.
ModelÂ
RÂ
R2Â
R2 yang diterapkanÂ
Estimasi standar kesalahanÂ
1
0.990a
0.980
0.977
0.36299
Prediktor: (Konstan), tinggi muka air, curah hujan
Variabel tidak bebas: debit air
Â
Nilai F hitung = 410.509 dengan probabilitas 0.000, dimana = 0.000 < = 0.05. Maka, curah hujan (X1) dan tinggi muka air (X2) terdapat pengaruh yang berarti terhadap debit air (). Hal ini juga berarti nilai koefisien determinasi R2 tidak sama dengan nol, atau signifikan (Tabel 6).
Tabel 6 ANOVAb.
ModelÂ
Jumlah kuadratÂ
dfÂ
Rata-rata kuadratÂ
FÂ
Sig.Â
   1 Regresi
108.177
2
54.088
410.509
0.000a
Sisa
2.240
17
.132
Â
Â
Total
110.416
19
Â
Â
Â
Prediktor : (Konstan), tinggi muka air, curah hujan
Variabel tidak bebas: debit air
Â
Nilai koefisien B tidak standar merupakan persamaan model regresi, dimana model regresi yang dihasilkan ialah = -3.01 + 0.002 X1 + 0.202 X2 (Tabel 7). Koefisien konstanta yang bernilai negatif menyatakan bahwa ketika mengasumsikan ketiadaan variabel curah hujan dan tinggi muka air. maka, debit air akan cenderung mengalami penurunan. Koefisien regresi curah hujan dan tinggi muka air bernilai positif hal ini menyatakan bahwa tidak dapat meniadakan variabel curah hujan. Jika, debit air mengalami perubahan sebesar satu satuan, maka curah hujan akan berubah sebesar 0.002 satuan pada arah yang sama dan tinggi muka air akan berubah sebesar 0.202 satuan pada arah yang sama.
Tabel 7 Koefisiena.
ModelÂ
Koefisien tidak  standarÂ
Koefisien standarÂ
tÂ
Sig.Â
        B      Std. kesalahanÂ
Beta   Â
Â
   1 (Konstan)
-3.010 Â Â Â Â Â .514
Â
-5.857
.000
Curah hujan
.002 .002
-.009
-.256
.801
Tinggi muka air
.202 .007
.992
27.453
.000
a. Variabel tidak bebas: Debit air
. Â
Gambar 4 Kurva model regresi linier.
Â
Â
Â
KESIMPULANÂ
Curah hujan mengalami peningkatan pada setiap periode ulang 2, 5, 10, 25, 50 tahun dengan rata-rata peningkatan sebesar 89.25 mm. Begitu juga dengan debit air yang mengalami peningkatan, dimana rata-rata peningkatan sebesar 1.6 m3/s. Hal ini membuktikan bahwa Sungai Ciliwung dapat dijadikan salah satu sumber air baku. Hasil regresi linier menyatakan bahwa tinggi muka air dan curah hujan mempengaruhi besarnya debit air pada Sungai Ciliwung. Namun, terdapat faktor lain sebesar 2.3% yang mempengaruhi debit air Sungai Ciliwung.
Â
Â
Â
DAFTAR PUSTAKAÂ
[Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor. 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun 2011-2031. Bogor (ID): Bappeda Kota Bogor.
[Bappenas] Badan Perencanaan Nasional. 2013. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milinium Di Indonesia 2011. Jakarta. [terhubung berkala]. http://bappenas.go.id [19 mei 2017].
[BPLHD] Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup DKI Jakarta. 2014. Laporan Pelaksanaan Kualitas Sungai. Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan. Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2015. Kota Bogor dalam Angka. Bogor.
[PDAM] Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Pakuan Kota Bogor. 2011. Review Rencana Induk SPAM PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor. Bogor (ID): PDAM Tirta Pakuan.
Budianto MB, Â Yasa IW, Hanifah L. 2015. Analisis karakteristik curah hujan untuk pendugaan debit puncak dengan metode rasional di Mataram. Spektrum Sipil. 2(2): 137 -- 144.
Harto S. 2009. Hidrologi. Yogyakarta(ID): Nafiri Offset..
Herrera M, Torgo L, Izquierdo J, Pe rez-Garcia R. 2010. Predictive models for forecasting hourly urban water demand. J. Hydrol. 387: 141-150.
Juaeni et al. 2006, Periode Curah Hujan Dominan dan Hubungannya dengan Topografi. Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca, UPT Hujan Buatan BPPT. 7(2).
Jun W, Zhongmin L, Yiming L, Dong W. 2015. Modified weighted function method with the incorporation of historical floods into systematic sample for parameter estimation of pearson type three distribution. Hydrology J. 527: 958-966.Â
Â
Loo YY, Billa L, Singh A. 2015. Effect of climate change on seasonal monsoon in asia and its impact on the variability of monsoon rainfall in southeast asia. Geoscience Frontiers J. 6: 817-823.
Manik TK, Rosadis B, Nurhayati E. 2014. Mengkaji Dampak Perubahan Iklim Terhadap Distribusi Curah Hujan Lo/kal di Propinsi Lampung. Forum Geografi. 28(1): 73-86.
Marpaung S. 2010. Pengaruh Topografi terhadap curah hujan musiman dan tahunan di Provinsi Bali berdasarkan data observasi resolusi tinggi. Prosiding Seminar Penerbangan dan Antariksa 2010. Serpong
Muchtar, Asikin, Abdullah N. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Debit Sungai Mamasa. Jurnal Hutan dan Masyarakat. 2(1).
Mudiyarso D dan Kurnianto S. 2007. Peranan vegetasi dalam mengatur pasokan air. Makalah Workshop "Peran Hutan dan Kehutanan dalam Meningkatkan Daya Dukung DAS", di Surakarta, 22 November 2007. Balai Penelitian Kehutanan Solo.
Muliranti S, Hadi, PM. 2013. Kajian ketersediaan air meteorologis untuk pemenuhan kebutuhan air domestik di Provinsi Jawa Tengah dan DIY. J. Bumi Indonesia. 2: 23-32.Â
Paimin, Sukresno, dan Purwanto. 2006. Sidik cepat degradasi sub DAS. Bogor(ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.Â
Rachmawati A. 2010. Aplikasi SIG (Sistem Informasi Geografis) untuk evaluasi sistem jaringan drainase di Sub DAS Lowokwaru Kota Malang. J. Rekayasa Sipil. 4: 111 -- 123.
Sutrisno AJ, Kaswanto RL, Arifi HS. 2018. Spatial and temporal distribution of nitrate concentration in Ciliwung River, Bogor City. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science. 179(2018).Â
Suzuki et al. 2004. Study On Rainfall-Topography Relationships in Japan with Regard to the Spatial Scale of Mountain Slopes . Sixth International Symposium On Hydrological Applications Of Weather Radar, Melbourne, Australia.Â
Wesli. 2008. Drainase Perkotaan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI