Sedangkan, kebijakan moneter syariah menggunakan instrumen seperti Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan kebijakan reserve requirement syariah untuk mengatur likuiditas dalam sistem perbankan syariah. Selama krisis keuangan, bank syariah cenderung lebih tahan terhadap guncangan karena mereka tidak terlibat dalam produk derivatif berisiko tinggi dan spekulasi yang sering menjadi penyebab krisis. Sebagai contoh, selama krisis keuangan global 2008, bank syariah di beberapa negara, termasuk Indonesia, menunjukkan ketahanan yang lebih baik dibandingkan dengan bank konvensional.
Studi kasus di Indonesia menunjukkan bahwa selama krisis keuangan global 2008, bank syariah lebih tahan terhadap guncangan ekonomi dibandingkan dengan bank konvensional. Ketika Bank Indonesia menaikkan suku bunga (BI rate), bank konvensional menaikkan suku bunga pinjaman mereka, yang berarti biaya pinjaman bagi pengusaha meningkat. Hal ini menyebabkan beberapa pengusaha beralih ke bank syariah, di mana sistem pembiayaan bagi hasil membuat mereka membayar jumlah yang sama seperti yang mereka pinjam, tanpa terpengaruh oleh fluktuasi suku bunga.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa  kebijakan moneter konvensional dan syariah menunjukkan bahwa kedua sistem memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengelola ekonomi. Sistem konvensional mengandalkan suku bunga sebagai alat utama untuk mengendalikan inflasi dan merangsang pertumbuhan ekonomi, sementara sistem syariah menggunakan instrumen non-bunga seperti Profit and Loss Sharing (PLS) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang mendukung investasi produktif dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Dalam menghadapi krisis keuangan, sistem konvensional cenderung merespon dengan penyesuaian suku bunga dan kebijakan pelonggaran kuantitatif, sedangkan sistem syariah menunjukkan ketahanan yang lebih baik karena prinsip-prinsip yang menghindari spekulasi dan fokus pada investasi yang etis. Kedua sistem ini berkontribusi pada stabilitas ekonomi global, dengan sistem syariah menawarkan alternatif yang lebih stabil dan berkelanjutan, dan sistem konvensional memberikan alat yang cepat untuk menanggapi perubahan kondisi ekonomi. Dengan demikian, keduanya memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan keuangan yang lebih resilien dan inklusif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H