Mohon tunggu...
M Nafis
M Nafis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Ekonomi Syariah

Orang yang periang, talkative, dan senang belajar hal-hal baru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Perbandingan Sistem Konvensional dan Syariah pada Kebijakan Moneter

11 Maret 2024   15:25 Diperbarui: 11 Maret 2024   15:52 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedangkan pada kebijakan moneter syariah tidak menggunakan suku bunga karena termasuk riba. Sebagai gantinya, kebijakan ini menggunakan instrumen seperti Profit and Loss Sharing (PLS) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Instrumen ini mendorong investasi langsung ke sektor riil dan berbasis bagi hasil yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil dan inklusif. Dalam jangka panjang, instrumen moneter syariah lebih efektif dalam menurunkan inflasi dibandingkan dengan instrumen moneter konvensional karena mengurangi spekulasi dan fokus pada investasi produktif.

Namun, dalam jangka pendek, semua variabel dalam sistem syariah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat inflasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa efeknya mungkin lebih terlihat dalam jangka panjang. Ini menunjukkan bahwa kebijakan moneter syariah mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk memengaruhi inflasi, tetapi dampaknya bisa lebih besar dan lebih stabil.

  • Dampak terhadap pertumbuhan ekonomi

Pada kebijakan moneter konvensional bank sentral mengatur suku bunga untuk memengaruhi tingkat investasi dan konsumsi. Suku bunga yang rendah dapat merangsang pertumbuhan ekonomi dengan membuat pinjaman lebih murah, mendorong investasi dan konsumsi yang lebih tinggi. Sebaliknya, suku bunga yang tinggi dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan membuat pinjaman lebih mahal dan mengurangi investasi dan konsumsi.

Sedangkan pada kebijakan moneter syariah menggunakan instrumen seperti Operasi Pasar Terbuka Syariah (OPTS) dan Sertifikat Mudharabah yang bertujuan untuk mengendalikan inflasi dan memperkuat stabilitas sistem keuangan syariah. Instrumen ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan di sektor riil, menciptakan keseimbangan antara sektor riil dengan sektor moneter, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

  • Stabilitas sistem keuangan

Pada kebijakan moneter konvensional bank sentral menggunakan instrumen seperti suku bunga dan operasi pasar terbuka untuk menjaga stabilitas moneter. Suku bunga memengaruhi biaya pinjaman dan tingkat investasi, sementara operasi pasar terbuka digunakan untuk mengatur jumlah uang yang beredar. Kedua instrumen ini membantu menjaga inflasi pada tingkat yang diinginkan dan mendukung stabilitas nilai tukar, yang penting untuk kestabilan sistem keuangan.

Sedangkan pada kebijakan moneter syariah mengandalkan instrumen seperti quantity targeting dan instrumen keuangan syariah yang sesuai dengan prinsip Islam. Ini termasuk Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan kebijakan reserve requirement syariah. Kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar dan mendukung stabilitas harga yang pada gilirannya menjaga stabilitas sistem keuangan.

Kedua sistem tersebut berusaha untuk mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga yang merupakan komponen penting dari stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Sistem syariah menambahkan dimensi tambahan dengan memastikan bahwa semua aktivitas keuangan sesuai dengan prinsip syariah, yang dapat membantu mencegah jenis-jenis risiko tertentu yang mungkin dihadapi oleh sistem konvensional.

Lalu, saat terjadi krisis keuangan, bagaimana kedua kebijakan moneter ini merespon?

Kebijakan moneter konvensional merespon krisis keuangan dengan melibatkan penyesuaian suku bunga oleh bank sentral. Misalnya, selama krisis keuangan global 2008, bank sentral di banyak negara menurunkan suku bunga ke level yang sangat rendah dan mengimplementasikan kebijakan pelonggaran kuantitatif untuk meningkatkan likuiditas dan mendorong pemberian kredit. Tujuannya adalah untuk merangsang ekonomi, memfasilitasi pinjaman, dan mencegah kemungkinan deflasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun