Hidup indah, hidup yang bahagia. Tak ayal jika banyak orang yang memburu kebahagiaan. Mulai dari yang tingkat elit hingga yang tingkat alit. Bagaimanapun, kita hidup memang untuk mencari dan meraih kebahagiaan: kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.
Ada banyak cara yang dilalui seseorang guna menghadirkan kebahagiaan dalam kehidupannya. Tergantung pada subyektivitas masing-masing orang tersebut. Sebagian ada yang mengklaim bahwa kebahagiaan hanya bisa didapat dengan tumpukan harta, popularitas, jabatan tinggi, dan tetek bengek lainnya. Sehingga tak heran bila ada orang yang berlomba-lomba menumpuk harta, mencari popularitas ke sana-sini, kendatipun terkadang mereka rela mengorbankan harga diri. Melalui jalan pintas, meski tidak pantas adalah di antaranya.
Ada sebuah survei yang mengejutkan sekaligus membantah asumsi di atas. Pada penghujung tahun 2007, di Indonesia diadakan survei yang mencoba mencari relasi antara uang dan kebahagiaan. Survei yang dilakukan oleh Frontier Consulting Group dengan judul Indonesian Happiness Index (IHI) ini bertujuan mengetahui seberapa besar kebahagiaan yang dirasakan masyarakat Indonesia. Ternyata survei ini menunjukkan bahwa sebagian besar orang Indonesia tidak merasa bahagia atas kehidupan yang mereka jalani, kendatipun kehidupan mereka berlimpah uang. Survei ini juga memperkuat kepercayaan orang bahwa uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Lantas, apa kebahagiaan itu? Bagaimana pula cara meraihnya?
Kebahagiaan adalah tercapainya ketenagan jiwa dalam diri seseorang. Jiwa yang tenang dan tentram, akan selalu diterangi kebahagiaan. Dengan demikian, tidak ada jalan lain untuk memperoleh kebahagiaan selain membuat jiwa kita tentram dan tenang. Dan, jiwa yang tenang adalah jiwa yang selalu ingat Allah swt. Seperti disinggung dalam al-Qur’an yang artinya, “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” (QS al-Ra’du [13]:28).
Arti mengingat Allah swt di sini bukanlah sebatas mengingat Allah swt melalui medium zikir seperti yang biasa kita dilakukan selepas salat atau pun zikir pada waktu tertentu. Karena makna mengingat Allah tidaklah sesempit itu. Dzikrillâh di sini lebih diaksentuasikan pada mengingat Allah yang berarti senangtiasa melibatkan-Nya dalam setiap aktivitas yang kita kerjakan. Bekerja karena Allah, menafkahi isteri karena Allah, taat pada suami karena Allah. Nah! Jika dalam menjalani kehidupan kita selalu melibatkan Allah swt, jiwa kita akan tenang dan tentram, yang pada akhirnya akan mendatangkan kebahagiaan. So, ketenangan jiwa adalah kunci kebahagiaan.
Lalu, kenapa ketenangan jiwa menjadi kunci kebahagiaan seseorang? Itu karena kebahagiaan tidak di luar melainkan di dalam. Dan, siapapun yang mencari kebahagiaan di luar, sekuat apapun dia berusaha, dia tidak akan pernah menemukannya. Salah satu buktinya adalah hasil survei di atas. Ternyata, orang yang berusaha mencari kebahagiaan di luar, dengan menumpuk harta, popularitas, dan lain sebagainya, tidak menemukan kebahagiaan yang diharapkan.
Syahdan, ada seorang anak terlihat sedang membungkuk-bungkuk mencari-cari sesuatu di depan rumahnya. Ketika ditanya apa yang sedang ia cari, ia menjawab, “Saya sedang mencari kunci saya yang hilang.” “Lho memang kuncinya hilang di mana?” “Di dalam.” “Lalu kenapa kamu mencarinya di luar?” “Karena di luar lebih terang...”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H