Kembali mengangkat isu politik. Semua orang di dalam dunia politik adalah orang yang bertukar pikiran, terlihat bekerja sama, tapi di dalamnya adalah sekumpulan orang yang saling menjatuhkan. Terlihat sekali dari semua masalah yang timbul karena orang tua selalu menghasut setiap orang yang ia temui, dari mulai anak muda hingga perempuan, dan hampir saja gembala cilik itu dihasut juga. Orang tua mencari cara agar ada yang bisa ia korbankan untuk dibunuh sehingga keinginan duniawinya terealisasikan dengan cara yang bersih, seperti manipulasi. Keinginan untuk membunuh itu sudah ditunjukkan dari adegan paling awal di mana orang tua sudah menyiapkan tiang gantungan.
Selain isu politik, kasus kekerasan seksual pun diangkat secara tersurat dalam sebuah dialog pendek yang membuat pembaca langsung mengerti. Kutipannya seperti berikut. "Buah dadanya! Buah dadanya!" Dialog tersebut dikatakan oleh orang tua pada adegan ketiga, ketika gembala kecil melihat mayat tergantung dan hendak pergi namun orang tua bertanya. "Ada apa, Nak?" Gembala itu pun menjawab bahwa ada seorang perempuan yang menggantung dirinya di atas pohon dan pakaian perempuan itu dirobek-robek untuk dijadikan tali gantungan. Orang tua hanya memikirkan buah dada si perempuan yang awalnya ingin ia perkosa. Dari sudut pandang orang tua, terlihat bahwa ia memiliki hasrat yang besar untuk melakukan kekerasan seksual terhadap perempuan tersebut, padahal orang tua sudah mengetahui bahwa si perempuan telah memiliki tunangan.
Melihat realita, seorang perempuan seringkali dianggap sebagai "budak seks". Menganggap perempuan rendah, menyalahkan pakaian perempuan padahal yang harus disalahkan adalah setiap manusia yang tidak menjaga napsunya, mirip seperti binatang liar tak berakal. Merusak yang harus dijaga dan berfokus hanya pada tubuh seorang perempuan daripada hati dan nuraninya.
Pada dasarnya, drama ini mengangkat banyak sekali isu sosial yang bisa dikulik kembali jika ingin dianalisis lebih dalam, terkhususnya suatu hal yang berkaitan dengan hubungan kemanusiaan. Suasana yang digarap dalam drama menunjukkan bahwa karya Iwan ini memiliki teori filsafat tinggi dengan banyak kata kiasan yang memiliki beragam makna sesuai yang ditangkap oleh pembaca.
Dibutuhkan pemikiran yang panjang untuk menerka apa yang dimaksud Iwan dalam naskah tersebut. Secara garis besar, ditemui gambaran mengenai perlawanan terhadap sistem sosial yang dibungkus dalam sebuah dialog drama dengan diskusi dan argumentasi para tokoh yang mendominasi. Pembaca bebas dalam menafsirkan sebagaimana suatu sastra diciptakan untuk manfaat pengajaran norma, moral, dan keseluruhan aspek yang berhubungan dengan kehidupan.
Diharapkan penafsiran yang diambil adalah representasi dari apa yang terjadi sehingga pengertian tentang drama ini dapat dikerucutkan menjadi isu-isu kehidupan dari zaman ke zaman yang bisa dibandingkan. Hal ini dapat membantu masyarakat mengerti tentang banyaknya urgensi terkait isu sosial yang harus lebih diperhatikan lagi oleh semua orang.
__
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H