Keberadaan rumah ini di dataran rendah menambahkan risiko lebih lanjut bagi keluarga Pak Najib. Selama musim hujan, rumah mereka rawan terkena banjir, yang menjadi ancaman ekstra bagi stabilitas tempat tinggal mereka.
Rumah ini memiliki empat ruangan, termasuk dapur, ruang tengah, dan dua kamar tidur. Sayangnya, salah satu kamar sudah beralih fungsi menjadi gudang barang, menyisakan satu kamar saja untuk dijadikan tempat tidur bagi enam anggota keluarga. Meskipun kamar ini dirancang untuk mengakomodasi lebih sedikit orang, kenyataannya rumah ini ditempati oleh enam individu, menciptakan ruang yang sempit dan kurang layak untuk istirahat yang nyaman. Tumpukan pakaian yang tak tertata memenuhi sudut-sudut kamar, karena kurangnya lemari yang memadai untuk menyimpan barang-barang.
Upaya perbaikan pernah diusulkan oleh pihak RT setempat dalam bentuk program bedah rumah. Namun, tantangan muncul ketika ternyata tanah dan rumah yang ditempati oleh keluarga Pak Najib bukanlah milik mereka, sehingga syarat-syarat untuk program bedah rumah tidak bisa dipenuhi. Menjadi sulit untuk melanjutkan rencana perbaikan karena sebagian besar program memerlukan kepemilikan sertifikat atas nama Pak Najib.
Sumber air minum menjadi perhatian utama bagi keluarga Pak Najib. Dalam kondisi normal, mereka menggunakan air hujan yang dikumpulkan dan dimasak sebagai air minum. Namun, air ini perlu diolah terlebih dahulu sebelum bisa diminum. Selain itu, fasilitas air minum juga mencakup penggunaan air sumur yang ternyata dalam kondisi tidak layak. Air sumur yang digunakan untuk tempat cuci dan mandi pun memiliki kualitas yang diragukan. Dalam upaya untuk memperoleh air minum yang lebih aman selama musim kemarau, Pak Najib mengambil air sumur yang telah difilter milik tetangganya.
Fasilitas sanitasi juga menjadi tantangan bagi keluarga ini. Tempat cuci dan mandi mereka menggunakan air sumur kotor, yang tentu saja tidak ideal untuk menjaga kebersihan pribadi. Namun, saat musim kemarau, mereka bisa memanfaatkan air sumur yang telah difilter milik tetangga sebagai alternatif.
Khusus untuk kebutuhan buang air besar (BAB), keluarga Pak Najib memiliki WC pribadi yang terletak sekitar 10 meter dari rumah mereka. WC tersebut terdiri dari dinding kayu, beratapkan seng, dan menggunakan karung sebagai penutup pintu. Meskipun memiliki fasilitas pribadi untuk WC, tetapi kondisinya masih jauh dari ideal.
Dalam hal bahan bakar memasak, keluarga Pak Najib mengandalkan kompor gas dengan satu tungku. Mereka mendapatkan bahan bakar tersebut dalam bentuk gas 3 kilogram, yang diberikan oleh tetangga mereka. Meskipun memiliki fasilitas yang cukup sederhana, keluarga ini tetap menjaga semangat untuk menjalani kehidupan sehari-hari dengan tulus dan bersemangat.
Di balik perjalanan hidup yang penuh dengan tantangan, cerita Pak Najib mengenai aset-aset yang dimilikinya menggambarkan semangat dan ketekunan dalam menghadapi keterbatasan. Aset-aset tersebut bukanlah hadiah dari keberuntungan semata, tetapi hasil dari keterampilan, usaha, dan bantuan dari tetangga serta teman-teman.
Kehidupan Pak Najib telah membentuk aset-aset yang memiliki makna lebih dari sekadar barang fisik. Lemari pakaian yang beliau miliki, meskipun dalam kondisi rusak dan tak layak, menjadi simbol ketekunan dalam memperbaiki dan memanfaatkan barang yang ada. Lemari tersebut ditempatkan di ruang tengah, mengingatkan akan dedikasi Pak Najib dalam memastikan bahwa barang-barang yang telah dimilikinya tidak terbuang sia-sia.